Kapolda Metro Jaya dalam konferensi persnya mengatakan, anggota polisi sedang melakukan kegiatan “surveillance” terhadap HRS. “Surveillance” kok demonstratif.? Mungkin ini gaya intel Indonesia. Berjumpa dengan orang lain. lalu memperkenalkan diri, “saya intel.” Lucunya, Kapolda Metro Jaya mengatakan, polisi menembak pengawal HRS karena membalas tembakan yang dilakukan pengawal HRS. Apakah pengawal HRS akan menembak mobil polisi jika kendaraan tersebut berada dalam rentang jarak ratusan meter atau beberapa kilometer di belakang rombongan HRS. ? Katanya “surveillance,” tapi kok berdekatan.?
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1 angka 5 mengatakan, penyelidikan adalah “Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Pertanyaannya, dugaan tindak pidana apa yang dilakukan HRS sehingga harus dibuntuti? Jika pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan, maka polisi sangat lebai. Mungkin polisi dapat dipidana dengan undang-undang Tipikor pasal 3. Sebab, mereka menyalahgunakan kesempatan atau jabatan yang ada dan mengakibatkan kerugian keuangan/perekonomian negara. Kerugian mana yang dilakukan anggota polisi tersebut. Bukankah, setiap proyek tersebut ada anggarannya?
Kalaupun ada bukti HRS melakukan pelanggaran protokol kesehatan, bukankah puluhan bahkan ratusan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan pejabat negara, partai politik ketika kampanye pilkada, ormas, dan anggota masyarakat yang melakukan kegiatan keagamaan, kebudayaan, dan perkawinan? Namun, tidak ada penyelidikan seserius ini. Kalau pun HRS sudah ditetapkan sebagai terperiksa, saksi, bahkan tersangka sekalipun, silahkan ikuti ketentuan yang ada dalam KUHAP, khususnya pasal 112 ayat 1 dan 2 KUHAP.
Polisi dan Kebohongan Berantai
Polda Metro Jaya mengatakan, pistol yang digunakan pengawal HRS adalah asli, bukan rakitan. Belakangan, dikatakan, pistol itu, rakitan. Keluar pula pernyataan lain, pengawal HRS yang merampas senjata polisi. Jika benar, kasian betul kualitas anggota polisi Polda Metro Jaya yang senjatanya dapat dirampas warga sipil. Keanehan lain, polisi mengatakan kejadian tersebut terjadi di KM 50, tol Jakarta – Cikampek. Mana “pollice line”-nya. Tunjukkan bekas tembakan yang ada di mobil polisi. Kalau tembakan pengawal HRS tidak mengenai mobil polisi atau penumpangnya, hal ini kontradiksi dengan pernyataan polisi yang mengatakan, pengawal HRS yang merampas senjata polisi. Kok bisa merampas senjata polisi, tapi tembakannya tidak mengenai sasaran?
Mabes Polri mengatakan, kasus penembakan 6 pengawal HRS diambil alih oleh mereka. Anggota polisi yang menembak pengawal HRS dalam pengawasan Propam karena ada kesalahan prosedur dalam operasi tersebut. Apakah rakyat percaya keterangan Mabes Polri? Bukankah secara telanjang Polda Metro Jaya sudah melakukan kebohongan publik? Apakah dapat disimpulkan, yang dilakukan Polda Metro Jaya, kesalahan oknum, bukan institusi sehingga Mabes Polri dapat dipercaya dibanding Polda Metro Jaya?