Namun, TKA tersebut menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, adalah data TKA yang terdaftar dan memiliki skill. Sementara pada tahun 2018 saja, KSPI mengaku menemukan 157.000 buruh kasar asing atau unskill workers. Harap dicatat, itu empat tahun lalu. Saat ini angkanya tentu saja mungkin semakin membengkak.
Malasahnya, TKA asal China bukan hanya tenaga profesional. Sebagian adalah tenaga kasar yang tidak memerlukan skill. Tak perlu diulang-ulang. Sudah begitu banyak yang bercerita tentang ini, termasuk ekonom Senior Universitas Indonesia, Faisal Basri.
Sayangnya, negara tidak konsisten dan terkesan melindungi TKA asal China. Begitu ada masalah yang mengedepan, rakyat sepertinya berhadapan dengan penguasa.
Penerapan kebijakan bahkan cenderung diskriminatif. Di saat pelarangan mudik masa pandemi Covid-19 misalnya, lebih dari 300 TKA China dibiarkan mendarat di Bandara Soekarno Hatta, selama 4-8 Mei 2021.
Jika dibiarkan masuk terus-menerus, dalam jangka panjang TKA asal China jelas mengancam kedaulatan negara. Dalam jangka pendek, populasi tambahan ini berpotensi pula mengganggu Pemilihan Umum 2024.
Dulu, jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu, foto e-KTP milik Warga Negara Asing (WNA) yang juga TKA asal China pernah menghebohkan jagad maya. Temuan ini mengejutkan karena pemilik e-KTP berinisial GC di Kabupaten Cianjur memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019.