Pertama, dari level analisis “aktor individual”, Ma’ruf tidak memiliki jaringan politik dan pekerja politik utk promosi dan kampanye. Secara kultural Ma’ruf adalah pimpinan ormas NU, tetapi hal itu tidak bisa menjamin aktivis atau pimpinan NU di strata menengah bawah bekerja agar warga NU memberi suara kepada Pasangan Jokowi-Ma’ruf. Studi kasus Pilpres 2004 bisa jadi bukti. Megawati (Nasionalis) berpasangan dgn Hasyim Muzadi (Bahkan sbg Ketum PB NU) gagal meraih kemenangan.
Kalah dgn Pasangan SBY-JK yg didukung sedikit dan ” Parpol gurem” saat itu. Jika loyalitas politik Umat Nahdiyin tinggi kepada organisasi, tentu Pasangan Mega- Hasyim menang. Mengapa gagal ? Tentu masalahnya ada di komunitas atau segmen pemilih NU.
Kedua, Aktor Ma’ruf Amin seorang berpengetahuan banyak dan luas tentang masalah-masalah KeIslaman, bukan masalah-masalah kenegaraan atau pemerintahan. Dia bukan Aktor Politikus, terbiasa mempengaruhi masyarakat secara politik .
Sebagai Aktor Individual Ma’ruf Amin lemah keterampilan atau kompetensi untuk mempengaruhi masyarakat agar berprilaku politik sesuai kehendak Ma’ruf. Kelemahan ini juga diperkuat keterbatasan fisik dan umur Ma’ruf utk pro aktif promosi dan kampanye di tengah-tengah masyarakat pemilih.
Ketiga, di kalangan umat Islam politik Ma’ruf Amin bukanlah Ulama panutan atau Patron, kecuali terbatas di kalangan NU khususnya di Pulau Jawa. Hal ini terbukti beberapa kemauan Ma’ruf terkait issu-issu politik nasional, tidak diikuti Umat dimaksud. Sebagai contoh terakhir, kasus MUI Sumbar menolak prakarsa Islam Nusantara dukungan berat Ma’ruf. Ia bukan Ulama atau Figur didukung pimpinan Islam politik untuk menjadi Wacapres. Jokowi dalam pidato deklarasi, 9 Agustus. hanya klaim, kalangan Ulama Islam dukung Ma’ruf jadi Wacapres.
Keempat, dari “analisis aktor kelompok”, mesin atau kelembagaan Parpol dapat membantu kegiatan promosi dan kampanye utk petolehan suara dari segmen masyarakat pemilih. Ma’ruf bukan kader atau pemimpin satupun dari 9 Parpol pendukung Jokowi. Karena itu, diri Ma’ruf takkan fungsional utk mempromosikan dan mengkampanyekan Pasangan Jokowi-Ma’ruf melalui mesin dan kelembagaan Parpol.
Jika prediksi saya tentang elektabilitas Jokowi tidak menaik signifikan setelah pilihan Ma’ruf sebagai Wacapres ini ditolak, maka perlu ada argumentasi rasional dan meyakinkan tentnag potensi dimiliki Ma’ruf sehingga dapat dikatakan: Pilihan Wacapres Ma’ruf Amin akan meningkatkan elektabilitas Jokowi yang selama ini sudah terpuruk atau terjun bebas?(kl/swamedium)
Penulis: Muchtar Effendi Harahap