Eramuslim.com – Presidential-style. Begitulah kualitas pidato politik perdana yang disampaikan oleh Gubernur Anies Baswedan. Gaya seorang presiden. Anies bagaikan mencuri start kampanye Pilpres 2019. Sayangnya, orang-orang yang berpikiran “hostile” (seteru) terhadap Anies hanya mampu menangkap kata “pribumi”, yang menjadi salah satu pokok pidato politiknya itu, dalam konteks yang sangat sempit. Yaitu, konteks dikotimis yang tidak penting.
Padahal, Anies berbicara tentang gagasan untuk membebaskan seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya rakyat Jakarta, dari belenggu keterjajahan. “Great mind” yang ada di dalam diri Anies ingin menyampaikan kepada publik bahwa Indonesia sangat perlu mengkonfrontir belenggu keterjajahan yang melanda rakyat.
Ketika dia menyebutkan “pribumi”, Anies disalahpahami seolah ingin menyulut antagoni yang berbahaya. Orang-orang yang memiliki “small mind” (pikiran cetek) menyangka Anies yang berpikiran “cetek” seperti mereka. Mereka tidak mampu melihat dampak jangka panjang dari belenggu keterjajahan yang terbentuk dari kekeliruan dalam penbangunan ekonomi nasional.
Anies ingin mengingatkan bahwa ketimpangan sosial yang semakin besar dan akut bisa menumpuk diskonten yang akan merugikan seluruh tatanan kehidupan. Ketimpangan itu, menurut pandangan Anies, bersumber dari disparitas taraf hidup yang masih sangat kental diwarnai oleh perbedaan penguasaan faktor-faktor ekonomi.