Pertarungan dari Sebuah Rekomendasi

Tiga hari kedepan merupakan titik puncak pertarungan opini dari sebuah rekomendasi yang telah disampaikan Tim 8 kepada Presiden SBY. Sejak rekomendasi itu diumumkan ke publik, adu pengaruh pun mulai terasa.

Adalah Komisi III DPR RI yang pagi tadi memulai pertarungan itu. Lagi-lagi, Komisi III yang diketuai Benny K Harman yang juga anggota fraksi Demokrat ini memberikan kesan kepada publik bahwa mereka memberikan tempat untuk Polri, Kejakgung, juga KPK untuk memberikan tanggapan.

Melalui rapat terbuka yang disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi, Komisi III seperti memberikan alat pembelaan terhadap ‘serangan’ rekomendasi tersebut. Terutama terhadap rekomendasi penghentian penyidikan dan penuntutan terhadap Bibit dan Chandra. Padahal, sore nanti, Kapolri dan Ketua Jaksa Agung rencananya akan dimintai masukan oleh Presiden terkait rekomendasi Tim 8.

Langkah Komisi III ini mengingatkan publik dengan rapat komisi III sebelumnya pada pekan lalu. Saat itu, Komisi III mengundang Polri dan Kejagung untuk rapat seputar kasus hukum terhadap Bibit dan Chandra. Padahal, sehari sebelumnya Tim 8, walaupun masih berupa komentar sementara, telah menyampaikan bahwa rekaman percakapan Anggodo merupakan adanya indikasi kriminalisasi terhadap KPK.

Pertarungan pun tidak hanya terjadi di area parlemen. Penolakan terhadap rekomendasi Tim 8 juga disuarakan di sejumlah demonstrasi yang berlangsung sejak kemarin di berbagai daerah, dan tentu saja Jakarta. Intinya sama, mereka menyuarakan pembelaan terhadap proses hukum yang dilakukan Polri dan Kejagung terhadap Bibit dan Chandra.

Menariknya, rekomendasi Tim 8 ternyata tidak hanya terbatas pada soal Bibit dan Chandra. Tetapi meluas ke penataan intitusi hukum, terutama di Polri dan Kejagung. Salah satu butir rekomendasi yang mungkin terasa menikam Polri dan Kejagung adalah ’untuk memenuhi rasa keadilan, menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan dan sekaligus melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan kejaksaan’.

Ini artinya, bahwa rekomendasi tidak hanya pada penghentian proses hukum Bibit dan Chandra, melainkan juga pada penjatuhan sanksi terhadap mereka yang memaksakan kasus Bibit dan Chandra untuk diteruskan. Dan itu berarti, ancaman serius bagi para pejabat teras di kedua lembaga hukum itu.

Kini persoalannya, mampukah Presiden SBY memainkan ‘bola panas’ yang kini di tangannya?

Dilihat dari isi dan dampaknya, rekomendasi ini sangat menyentuh peroalan mendasar di lembaga hukum, baik Polri maupun Kejaksaan. Dan di kedua lembaga ini pula, segala aliran kasus hukum, baik dugaan korupsi, penyelewengan uang negara, dan kasus yang lagi heboh, skandal Bank Century, berada di kantong dua lembaga ini.

Kalau SBY melakukan reformasi jangka panjang, mungkin persoalan tidak akan sekrusial ini. Tapi, jika itu menyentuh beberapa pejabat tinggi Polri dan Kejaksaan saat ini, hitungannya akan menjadi lain.

Pertanyaan mendasar pun mungkin layak untuk ditujukan ke SBY sendiri. Apakah SBY dan Demokrat memang benar-benar tidak tersangkut dalam kasus penyimpangan keuangan negara dan skandal Bank Century? Hitungan inilah yang sedikit banyak akan mengusik konsentrasi SBY untuk menghitung maju mundur implementasi rekomendasi Tim 8.

Karena boleh jadi, kartu truf inilah yang akan menjadi alat tawar bagi Polri dan Kejaksaan. Setidaknya, apa yang diucapkan Susno Duadji yang saat ini kembali menjadi Kabareskrim dalam sebuah wawancara dengan sebuah stasiun tv mengisyaratkan hal itu. ”Persoalan Bank Century itu sebenarnya mudah. Datanya sudah ada, aliran dananya jelas kemana saja,” ucap Susno dengan santai.

Akankah SBY akan memainkan waisting time atau mengulur waktu agar isu bisa cair dengan sendirinya seperti yang pernah terjadi pada kasus dugaan pelanggaran pemilu? Tampaknya, tidak akan semudah itu. Dan rekomendasi ini akan terus menjadi pertarungan sengit sekaligus ujian berat bagi SBY. mnh

foto: indonesia1