Persekutuan Berbahaya Antara Dinasti Rothschild dan Vatikan

Eramuslim.com – Sebuah aliansi global baru dibawa naungan Council for Inclusive Capitalism telah terbentuk antara taipan keuangan dan perbankan global, Dinasti Rothschild dan Paus Vatikan. Sebuah joint venture yang mengundang tanya, di tengah wacana yang dikembangkan oleh Klaus Schwab mengenai pentingnya menata ulang kembali Orde kapitalisme global. Apa agenda sesungguhnya di balik aliansi bernama Council for Inclusive Capitalism tersebut?    

 Sumber artikel adalah karya F. William Engdahl: 

The Dangerous Alliance of Rothschild and the Vatican of Francis

Resminya, Council for Inclusive Capitalism merupakan gerakan para pebisnis dan para pemimpin yang bergerak di sektor publik untuk membangun sistem ekonomi yang berkelanjutan dan terpercaya yang ditujukan untuk melayani kebutuhan masyarakat dan planet bumi. Dalam pandangan F. William Engdahlkonsultan resiko strategis, jargon tersebut terdengar mirip Global Master Plan maupun yang didengungkan  Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dikenal dengan UN Agenda 21.  Yang pada pokoknya mereka mengklaim Inclusive Capitalism adalah upaya menciptakan nilai-nilai jangka panjang bagi para stakeholders yang bergerak sebagai invenstor, pebisnis, buruh maupun konsumen, pemerintah maupun komunitas.

Menariknya lagi, Council for Inclusive Capitalism ini berafiliasi dengan World Economi Forum, khususnya World Economic Forum International Business Council for Sustainable value creation. Apalagi setelah  Lynn Forester de Rothschild mendeklarasikan niatnya untuk mengikuti seruan Paus Francis agar mendengarkan jeritan planet bumi dan rakyat miskin, seraya memenuhi tuntutan masyarakat agar tercipta model pertumbuhan yang berbasis kesetaraan dan berkelanjutan.

Namun bagi F. William Engdahl grup ini sama saja dengan model yang dirancang oleh kekuatan-kekuatan global berbasis korporasi yang dimotori oleh IMF pasca Perang Dunia II 1945. Yang merupakan kekuatan non-negara yang pengaruhnya melebihi pemerintahan. Sebuah kekuatan global berbasis korporasi yang telah melumpuhkan sektor pertanian tradisional demi kepentingan-kepentingan korporasi-korporasi agrobisnis, eksploitasi kaum pekerja dengan upah minim, dan hancurnya standar hidup rakyat di negara-negara industri. Dengan skema seperti itu, mungkinkah gerakan yang dimotori Council for Inclusive Capitalism benar-benar tulus? Menurut Engdahl, sangatlah naif jika percaya gagasan seperti itu.