Pernikahan Kaesang dan Derita Korban Gempa Cianjur

Peniaga ini protes.

Sebab, beliau bukan PN. Jadi, beliau tidak harus taat peraturan yang ada, khususnya mengenai gratifikasi.

Khalifah Umar menjelaskan alasan atas tindakannya. Menurut Umar, modal yang diperoleh pengusaha tersebut berasal dari Baitul mall. Padahal, sepupunya menjadi pegawai di Baitul Mal tersebut.

Di situlah terjadi nepotisme.

Bagaimana dengan usaha Kaesang yang melejit dalam waktu relative singkat?. Bagaimana dirinya dengan abangnya, Gibran yang terlibat kasus kebakaran hutan di Palembang (2015) yang dilaporkan saudara Ubedillah Badrun ke KPK.? Bagaimana sikap KPK. ?

Apakah sikap KPK sama dengan kebijakannya dalam menangani kasus Harun Masiku. ?

Umar Ibnu Khattab memberhentikan Atabah bin Abi Sofyan dari jabatan gubernur Thaif. Pada suatu hari, Umar berjumpa dengan Atabah. Umar menemukan, Atabah membawa 30.000 dirham. Uang tersebut disita Umar dan dimasukkan ke dalam Baitul Mal. Atabah protes. Umar bilang, simpanan uang yang dimiliki seorang pejabat negara, melebihi apa yang diperoleh dari negara, maka uang kelebihan itu harus disita. Uang sitaan tersebut dimasukkan ke dalam Baitul mall. Itulah Umar Ibnu Khattab, khalifah yang sangat tegas dalam menegakkan hukum.

Utbah, sang walikota, berlibur ke Madinah dengan membawah banyak harta.

Umar menanyakan, dari mana hartanya diperloleh. Utbah bilang, beliau berdagang. Umar murka. “Saya tugaskan saudara untuk menjadi walikota. Kalau saudara berdagang, siapa mengurus rakyat.?” Umar lalu memerintahkan Utbah memasukkan semua hartanya tersebut ke Baitul Mal.

Pejabat yang Krisis Moral

Katakanlah, bisnis Gibran dan Kaesang, murni tanpa KKN.

Jokowi, anak-anak, dan mantunya memiliki kekayaan satu trilyun rupiah. Bahkan, melebihi satu trilyun rupiah. Namun, kekayaan keluarga Jokowi tersebut belum bisa menyaingi apa yang dimiliki Umar Ibnu Khattab.

Jika dikonversikan dengan nilai dinar sekarang, maka kekayaan Umar Ibnu Khattab sewaktu meninggal dunia sebesar Rp. 11,2 trilyun. Sebab, sebagai khalifah, Umar berhak memeroleh ghonimah dari pampasan perang. Bayangkan, sewaktu Umar Ibnu Khattab menjadi khalifah, kerajaan-kerajaan besar (Romawi dan Persia) ditaklukan umat Islam.

Wajar jika pampasan perangnya banyak. Itulah sebabnya, harta yang diperoleh Umar Ibnu Khattab, relative banyak. Namun, sekalipun memiliki harta yang banyak, Umar tidak pernah mengosumsi lebih dari satu lauk ketika makan siang. Inilah yang disebut sebagai sense of crisis.

Kepedulian Umar terhadap rakyatnya ketika musim kemarau panjang melanda Madinah, luar biasa. Apalagi, rakyat kekurangan bahan makanan. Bahkan, beliau menahan lapar sebagai manifestasi kepeduliannya terhadap rakyatnya. Padahal, beliau sedang menyampaikan khutbah Jum’at dan perutnya keroncongan. Terlontarlah ucapannya: “Hai, perut, walau engkau terus meronta-ronta, keroncongan, saya tetap tidak akan menyumpalmu dengan daging dan mentega sampai umat Muhammad merasa kenyang.” Di rumah, Umar melihat salah seorang anaknya yang masih kecil mengonsumsi semangka.

Umar langsung mengambil semangka itu sambil berucap: “Celaka. !

Seorang anak Amirul Mukminin makan buah semangka, sedangkan umat Muhammad kurus kelaparan.”

Presiden !. Ingatlah, ada 334 orang yang meninggal di gempa bumi Cianjur.

Anda sendiri menyaksikan ribuan orang yang sedang berlindung di perkemahan bencana. Anak-anak dan bayi mereka sedang kedinginan, lapar, dan haus.

Keluarga 127 korban stadion Kanjuruhan, Malang, belum kering air mata mereka.

Presiden juga jangan lupa, lahar gunung Semeru, Lumajang, Jatim masih status awas sampai tanggal 19 Desember.