Masalahnya bukan pada bisa atau tidak. Masalahnya ada pada hukum agama yang tidak membolehkan. Jadi saya kira tidak ada yang mau menikahkan karena itu melanggar aturan agama.
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation
SUATU siang lagi santai nonton Olimpiade Musim dingin yang sedang berlangsung di China telpon saya tiba-tiba berdering. Nampaknya seseorang dari NJ dengan nomor (908) menelpon. Saya sempatkan angkat telpon karena nampaknya bukan spam. Ternyata seorang perempuan Indonesia.
P (penelpon) S (Saya/Shamsi).
P: Hello, ini pak Imam Shamsi Ali?
S: Iya benar. Maaf dengan siapa?
P: Maaf pak Imam mengganggu waktunya. Nama saya…. dari NJ.
S: Tidak apa. Ada yang saya bisa bantu?
P: Iya pak Imam. Boleh minta tolong? Saya ada sepupu yang mau menikah. Apakah pak Imam bisa menikahkan?
S: Iya, saya kebetulan NY State Officiant (penghulu di New York).
P: Calon isteri sepupu saya itu kebetulan Muslim pak Ustadz.
S: Oh…maksudnya kenapa kalau Muslim? Yang saya nikahkan memang Muslim.
P: Maaf pak Ustadz.. sepupu saya Katolik. Apakah pak Ustadz bisa menikahkan?
S: Oh… jadi maksudnya sepupunya Katolik dan ingin menikah dengan wanita Muslimah?
P: Iya benar.
S: Maaf. Agama Islam tidak membenarkan seorang wanita Muslimah menikah dengan pria non Muslim
P: Oh ya? Kok diskriminatif begitu?
S: Iya.. Maaf, Anda agamanya Katolik?
P: Iya benar.