Lihat kasus Charlie Hebdo. Dengan begitu mudahnya media-media sekular memblow-up kasus ini sehingga menjadi bahan perbincangan di mana-mana. Padahal kasus ini teramat banyak janggalnya dan kuat dugaan memang inside-job dari Zionis-Yahudi sendiri untuk mengambil keuntungan darinya, seperti halnya kasus WTC, 11 September 2001, lalu.
Betapa tidak lucunya seorang Benjamin Netanyahu, pembunuh 17 wartawan dan 2.143 anak-anak kecil Palestina, dalam satu kali musim panas tahun lalu, bergandengan tangan bersama para pemimpin dunia lainnya menyerukan perdamaian dan mengutuk aksi penyerangan terhadap Charlie Hebdo. Namun dunia seolah tersihir oleh pemberitaan media-media mainstream. Bahkan banyak umat Islam yang ikut-ikutan latah bersimpati pada penista Rasul SAW dengan mengucapkan atau mengenakan kaos bertuliskan “Jesuis Charlie”. Ini benar-benar absurd! Lantas di mana akidah kalian?
Dan di Indonesia saat ini, karena media pulalah, seorang badut dan pembohong bisa menjadi seorang pemimpin. Badut dan pembohong ini jelas dipilih pula oleh orang-orang Islam, padahal para ulama dan ustadz sudah memberikan arahan soal kriteria seorang pemimpin, tapi arahan ini malah diangap angin lalu. Menyedihkan, memang. Tapi inilah fakta riil umat Islam di Indonesia dan dunia sekarang, walau pun tidak seluruhnya.
Menyadari betapa media memiliki kemampuan dahsyat untuk mempengaruhi dunia inilah, maka aku teringat pesan-pesan ustadz Rahmat soal perang media. Inilah pesan-pesan Beliau Allahuyarham yang harus diingat oleh setiap jurnalis Muslim dan setiap media Islam yang ingin menegakkan kalimah tauhid di muka bumi.