Kedua, keberadaan Mendagri adalah anggota Rezim Kekuasaan, sekalipun juga kader PDIP. Kebijakan ini adalah kebijakan kekuasaan negara, bukan Parpol. Karena itu, sebagai pembantu Presiden Jokowi, aktor paling mampu mempengaruhi Mendagri adalah Presiden. Sekalipun Ketum PDIP menghendaki kebijakan ini, tetapi masih harus menunggu persetujuan Presiden. Nah, apa kepentingan Presiden? Tentu saja, jika merugikan kepentingan kekuasaan, tak mungkin Presiden menyetujuinya.
Dari sisi opini publik terbangun, memang ada kesan kebijakan ini demi kepentingan PDIP. Kesan ini tidak rasional dan ahistoris. Akan sulit ditemukan data dan fakta untuk menjustifikasi keterlibatan PDIP. Mendagri sendiri telah membantah penilaian publik, ada kepentingan PDIP atas rencana kebijakan penunjukan Petinggi Polri sebagai Pejabat Gubernur Jabar dan Sumut.
Para pengamat politik dan Kepolisian memperkirakan beberapa dampak negatif dari rencana penunjukkan Petinggi Polri sebagai Pejabat Gubernur Jabar dan Sumut.
Pertama, diperkirakan akan terus berkelanjutan polemik dan konflik pendapat antara pihak pro dan kontra di publik. Hal ini menjadi gaduh dan mengalihkan pembicaraan atau penilaian kinerja Jokowi urus pemerintahan yang menunjukkan buruk dan gagal mencapai sasaran dan target yang diharapkan tercapai. Dampak negatif turunan hilangnya enerji sia-sia Rezim Kekuasaan untuk mencapai kesuksesan dalan melaksanakan urusan pemerintahan yang jauh lebih penting bagi negara dan rakyat sekarang ini.
Kedua, persepsi negatif publik terhadap Rezim Kekuasaan yang mengabaikan keberadaan petinggi aparatur negara di lingkungan Kemendagri khususnya. Dikesankan, tidak ada lagi
Pejabat Tinggi Kemendagri mempunyai kompetensi menjadi Pejabat (Plt) Gubernur.
Ketiga, menciptakan persepsi negatif terhadap kemampuan Rezim Kekuasaan untuk menciptakan kondisi aman dan tertib masyarakat saat pelaksanaan Pilkada serentak 2018 ini.Sebagaimana alasan Mendagri rencana penunjukkan Petinggi Polri ini adalah kerawanan gangguan keamanan dan potensi kerawanan Pilkada di Jawa Barat dan Sumut. Padahal di kedua Propinsi itu masih ada lembaga Polda dan Kodam yang mampu mengatasi perkiraan munculnya gangguan keamanan dan potensi kerawanan dimaksud. Mengesankan diri Pemerintah tidak percaya diri dalam penyelenggaran Pilkada yang aman dan tertib.
Keempat, rencana penunjukkan ini dipersepsikan kepentingan Rezim Kekuasaan Jokowi semata. Opini publik akan mengarah ke sana sehingga memperkuat penurunan tingkat elektabilitas Jokowi menjelang Pilpres 2019 mendatang. Kekuatan oposisi dan kontra Rezim Penguasa akan menjadikan rencana penunjukkan ini sebagai bahan kritik dan penggerusan Jokowi dimata publik.
Jika Rezim Kekuasaan tetap melaksanakan rencana penunjukan Petinggi Polri ini, apa yang harus dilakukan kelompok pengkritik dan penolak baik di pemerintahan maupun masyarakat madani ? Salah satu jawabannya adalah melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Lalu, apa lagi? Sila jawab sendiri !!! (kl/kf)
Penulis: MUCHTAR EFFENDI HARAHAP, PENELITI NSEA.
Kunjungi eramuslim official channel
https://www.youtube.com/channel/UCes9taUDLMYdjri8mZFor_w