Namun, ia mempertanyakan, intelijen pihak manakah yang melakukan serangan terhadap ulama ini, apakah intelijen negara, atau oknum intelijen negara, atau mungkin saja intelijen asing.
Belakangan pun, kata Jaka, intelijen Indonesia terbelah. Intelijen Negara seharusnya bertugas melakukan analisa ancaman terhadap negara. Artinya yang dihadapi adalah musuh negara bukan musuh politik.
“Nah ini kita bisa lihat kalau ada aktor keamanan, misalnya intelijen yang merubah definisi musuh negara menjadi musuh politik, ini berbahaya. Artinya dia sudah masuk ke dalam wilayah politik. Intelijen seharusnya Netral, musuhnya adalah musuh negara bukan musuh politik,” ungkapnya.
“Pemerintahannya mungkin punya musuh politik, tetapi yang namanya musuh negara adalah musuh abadi. Itu semacam keamanan negara dari pihak asing yang mengeksploitasi sumber daya alam,” lanjutnya.
Ia menegaskan, bahwa secara historis bisa dilihat, di sektor keamanan yang bisa melakukan hal serupa memanfaatkan orang-orang untuk melakukan tindak kejahatan, dari zaman dulu hingga sekarang, adalah intelijen.(kl/sw)