Para petugas keamanan berhasil mencegah kekerasan menyebar, setelah menangkap ratusan demonstran dan perusuh, tetapi Ryacudu mengatakan bahwa ada indikasi “akan ada lebih banyak kerusuhan di bulan Juni dan (kerusuhan) akan menjadi lebih besar.”
Bulan ini, Mahkamah Konstitusi akan mulai mendengar gugatan yang diajukan oleh kampanye Prabowo terhadap hasil pemilu.
Pengacara untuk kampanye ini mengajukan gugatan ke MK untuk membatalkan kemenangan Jokowi dan menyatakan Prabowo sebagai pemenang pemilu, dengan tuduhan kecurangan pemilu yang “terstruktur, sistematis, dan masif.”
MK dijadwalkan untuk mengadili kasus tersebut pada 14 Juni 2019, dan mengeluarkan putusan pada 28 Juni 2019, kata seorang juru bicara MK.
Prabowo meluncurkan gugatan serupa dan membuat tuduhan serupa pada tahun 2014, ketika ia pertama kalinya dikalahkan oleh Jokowi, dan ribuan pendukungnya bentrok dengan polisi pada hari Mahkamah Konstitusi menolak bandingnya.
Ryacudu mengatakan bahwa para pendukung Prabowo diperkirakan akan melancarkan protes serupa sepanjang audiensi bulan ini.
“Kami akan mengantisipasi, dan saya menyerukan kepada semua pihak, terutama mereka yang tidak puas (dengan hasil pemilu), untuk tidak melakukan apa-apa, tidak menyebabkan kerusakan,” katanya.
Ryacudu—seorang pensiunan jenderal militer—juga memperingatkan bahwa militer akan mengambil alih keamanan jika protes berubah menjadi kekerasan, dan bahwa mereka akan menggunakan langkah-langkah yang lebih keras untuk mengatasi kerusuhan serius.
“Jika polisi menangani situasi, ada ruang untuk negosiasi dan kompromi. Tetapi jika itu mengancam kedaulatan bangsa, persatuan dan ideologi, saya harus mengambil alih komando, dan ketika itu terjadi, tidak akan ada lagi negosiasi, tidak ada lagi toleransi,” katanya.
Tim kampanye Prabowo mengkritik pernyataan menteri tersebut, mengatakan bahwa pernyataan itu merupakan langkah mundur bagi demokrasi Indonesia yang rapuh.
“Kami hanya menggunakan hak kami yang dijamin oleh Konstitusi,” kata juru bicara kampanye Prabowo, Andre Rosiade. “Rakyat hanya memprotes apa yang mereka lihat sebagai pemilu curang. Pemerintah sedang mencoba untuk menyebut ketidakpuasan rakyat sebagai makar.”
Penulis: Nivell Rayda, The Australian
Sumber: www.theaustralian.com.au