Penetrasi Cina, Belajar dari Turkistan Yang Hilang Dari Muka Bumi

Sekarang bisa diamati secara detail, China memasok perusahaan atau korporasi miliknya (BUMN China) yang menyebarkan di Indonesia untuk mengontrol kesenjangan atas munculnya persepsi yang berkaitan dengan ancaman keamanan warga negaranya. Cara kontrol mereka dilakukan melalui bentuk pemanfaatan kontraktor keamanan dan Master Of Understanding antara pengusaha. Kemudian, memasukkan tenaga kerja secara berkelompok.

Sebagian besar BUMN dan perusahaan swasta Cina yang membangun infrastruktur di sepanjang jalur BRI, termasuk Indonesia cenderung meremehkan risiko: misal tenaga kerja yang kurang pengalaman dan teknik penguasaan spesifikasi pekerjaan.

Allesandro Alduino (2018) mengatakan polarisasi ekonomi global, memunculkan perusahaan swasta China yang menawarkan layanan militer sebagai bagian dari model bisnis inti mereka. Tentara bayaran modern menjadi alat penggerak, menawarkan layanan investasi, penggerak infrastruktur dan mereka juga melakukan propaganda politik saat suksesi politik disuatu negara yang termasuk jalur BRI (Belt And Road Initiatif). Tentara-tentara yang menjelma sebagai sipil itu menggerakkan opini, agitasi, dan propaganda melalui media sosial, termasuk Facebook.

Pada setiap jalur BRI, BUMN China membutuhkan satu set layanan terintegrasi di mana personil bersenjata hanyalah satu komponen dengan investasi. Contoh kasus: setelah pembunuhan 17 warga sipil Irak di Nisour Square di Baghdad, tindakan PSC Blackwater Amerika (Tentara Bayaran), juga berlabel PMSC (sala satu pengaman perusahaan China), menghasilkan sebuah protes media terhadap pekerjaan kontraktor keamanan swasta China. Karena, propaganda senjata itulah membuat kejatuhan warga sipil. Lalu, segera memaksa CEO Blackwater Eric Prince meninggalkannya Bagdadh. Itu merupakan pelajaran seandainya, ada sesuatu yang terjadi di bangsa ini.

Karakter Suksesi Politik 2019

Seorang intelektual Peter Calven dalam bukunya berjudul “The Process Of Political Succession” Peter Calvert (Editor dkk), diterbitkan oleh Palgrave Macmillan, published in the United States of America in 1987, mengatakan suksesi politik di Republik Rakyat China dan negara-negara Jalur Belt And Road Initiatif (BRI) memaksa aturan yang mereka berlakukan melalui kerjasama bilateral.

Peter Calven (1987) mengungkapkan setidaknya tiga model suksesi politik dijalur Belt and Road Initiatif (BRI) yakni: 1). Model totaliter, yang menganggap pemimpin individu aturan pribadi dan mencakup semua sebagai sektor penting. Sekarang dianut oleh China. 2). Model konflik, bahwa kebijakan BRI harus menentukan struktur kekuasaan politik yang dibentuk berdasarkan kekuatan partai politik. 3). Model birokrasi, mereka akan pengaruhi kekuasaan politik untuk melayani kepentingan mereka dengan memberi penekanan pada pemimpin untuk menjalankan sistem kekuasaan sesuai keinginan mereka. Hal yang paling spesifik adalah menyiapkan Kartu Tanda Penduduk bagi warga negara China untuk kepentingan apapun, termasuk pemilihan (pemilu).

Namun, Robinson dalam tulisannya yang dimuat dalam buku “The Process Of Political Succession” (1987) bahwa cara suatu sistem diatur agar berjalan sesuai aturan dan norma yang berlaku dalam sistem politik. Robinson pun menyarankan China menggunakan pendekatan ini: 1). pendekatan lingkungan yang berfokus pada arah ekonomi Cina, populasi keseimbangan pangan, ancaman perbatasan, dan status negara-negara koloninya. 2). pendekatan kepribadian, terutama individu, faksi, dan gender harus dimanfaatkan. 3). pendekatan kemasyarakatan, yang mendalilkan masyarakat: lingkungan sosial, budaya, sejarah, dan struktur dan operasi institusi keluarga ekonomi sosial politik dalam menentukan pilihan politik.

Dari pendekatan di atas, sudah bisa kita prediksi semua itu terjadi di Indonesia. Menentukan pilihan politik, tentu sudah pada porsi yang telah ditentukan. Jadi konteks 2019, pendekatan itulah yang terjadi dan kehati-hatian memilih pemimpin. [rakyatmerdeka]

Rusdianto Samawa

Direktur Eksekutif Global Base Review (GBR)