Itulah mengapa utang pemerintah dan BUMN juga untuk swasta.
Dalam lima tahun terakhir, terjadi peningkatan besar dalam utang luar negeri pemerintah. Sementara utang luar negeri swasta relatif lamban. Penurunan harga komoditas dan penurunan permintaan global merupakan salah satu penyebab swasta sulit dapat utang.
Akibatnya swata bersandar penuh pada utang pemerintah dan BUMN. Proyek-proyek pemerintah dan BUMN yang dibiayai dengan utang menjadi andalan swasta untuk dapat survive.
Tanpa proyek-proyek pemerintah, maka mustahil swasta Indonesia masih bisa bertahan sampai hari ini. Akibatnya utang pemerintah meningkat dengan sangat cepat karena harus membiayai dan mempertahankan bisnis swasta yang terancam gulung tikar.
Utang LN Meningkat Pesat
Sangat luar biasa peningkatan utang luar negeri Indonesia. Sepanjang pemerintahan Jokowi utang luar negeri Indonesia nambah 115 miliar dolar AS alias Rp 1665, 5 triliun. Utang luar negeri pemerintah saja bertambah 1020 triliun rupiah.
Jadi total utang pemerintah saja dari luar dan dalam negeri bertambah Rp 2780 triliun. Karena Surat utang negara (SUN) bertambah sangat cepat, yakni senilai Rp 1759 triliun selama Jokowi berkuasa. Sungguh luar biasa kemampuan pemerintah berhutang. Kemana saja uang hasil utang pemerintah ini mengalir ya?
Sekarang, nilai utang luar negeri Indonesia sekarang 408,593 miliar dolar AS atau pas Rp 6000 triliu. Dengan kewajiban bunga sekitar 450-500 T setahun atau 2/3 pendapatan negara dari pajak hanya buat bayar bunga.
Jumlah ini setara dengan jumlah pendapatan bersih semua perusahaan di dalam negeri baik BUMN maupun swasta. Ini namanya ekonomi diisap sampai sum-sum oleh utang.
Bola Salju Utang Pemerintah
Untuk memompa ekonomi yang tengah lesu dalam lima tahun terakhir terhitung sejak penurunan harga komoditas, pemerintah berusaha memompa dengan merancang berbagai mega proyek yang semuanya dibiayai dengan utang.
Maka dirancanglah melalui 14 paket kebijakan ekonomi, untuk mendukung mega proyek ketenagalistrikan 35 ribu megawatt, mega proyek tol, jalan, jembatan, bendungan dan lain sebagainya. Mega proyek kilang minyak, smelterisas, hingga peoperti melalui reklamasi dan ibukota baru. Memang semua proyek-proyek itu relatif tidak rampung, atau boleh dikatakan gagal.
Namun utang pemerintah dan BUMN yang berada dibawah kuasa pemerintah meningkat. Terutama yang bersumber dari dalam Negeri. Pada saat mega proyek itu semua dirancang, tampaknya memang sudah mengincar dana-dana masyarakat yang ada di dalam negeri di bank dan di lembaga keuangan dalam negeri.
Maka digunakanlah sebagian besar dana masyarakat untuk mendukung mega proyek tersebut. Dana dana ini berasal dari dana haji, dana Jamsostek, dan Taspen, dana Asabri, dana pensiun di perusahaan asuransi, dan lain sebagainya digunakan oleh pemerintah untuk mega proyek infrastruktur tersebut.
Belakangan ini pemerintah memberanikan diri menggunakan dana tabungan masyarakat di bank untuk membiayai APBN. Melalui Perpu 1/2020 dan selanjutnya disahkan melalui UU 2/2020 pemerintah memakai dana bank yang ada di BI untuk membiayai APBN.
Mereka menyebut sebagai Quantitative Easing (QE). Caranya adalah dengan meminta BI membeli surat utang negara secara langsung melali pasar perdana.
Program ini sebetulnya sama dengan BLBI. Kalau BLBI dana untuk suntik bank dari BI. Kalau yang ini dana untuk suntik APBN dari BI. Nanti dana dana ini akan dipake oleh pemerintah untuk menyuntik swasta dan BUMN.
Akibatnya utang pemerintah memingkat dan makin menggunung. Baik yang bersumber dari luar negeri maupun utang pemerintah kepada masyarakat, kepada pensiunan, kepada jamaah haji, kepada nasabah asuransi dan kepada nasabah bank.