Ternyata “pidato” rekonsiliasi tersebut hanya basa-basi bernuansa hipokrit. Sambil terus memainkan isu-isu radikalisme, intoleran, anti kebinnekaan dan anti Pancasila, anak bangsa terus dibelah dan terbelah.
Bahkan pemerintah Saudi Arabia pun “dipengaruhi” untuk mencegah kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS) ke Indonesia. HRS dicegah keluar Arab Saudi atas permintaan “satu pihak” di Indonesia.
Saat yang sama, sejumlah menko dan petinggi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf ramai-ramai menyuarakan HRS pergi atas keinginan sendiri, masih terjerat banyak kasus, melanggar aturan overstay, terkena denda, dll.
Jokowi yang mengaku Presiden seluruh rakyat dan ingin rekonsiliasi, terbukti diam saja terhadap fitnah dan manipulasi tentang kasus HRS yang disuarakan para menko dan TKN. Dengan terus dihalanginya kepulangan HRS hingga saat ini, sandiwara dan sikap hipokrit pemerintah memang nyata adanya, sekaligus ironis dan memalukan.
Gara-gara pandemi Covid-19 masyarakat global mengenal istilah baru yaitu new normal, tatanan, kebiasaan dan perilaku hidup baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat.
Agar dapat bertahan hidup masyarakat bangsa-bangsa di dunia perlu menyesuaikan diri dengan budaya hidup baru, kenormalan baru, terutama dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi.
Jauh sebelum Covid-19 mewabah, di bawah kepemimipinan Presiden Jokowi, sebagian rakyat Indonesia telah hidup dalam suasana sarat pelanggaran norma moral dan hukum.
Kondisi ini berlangsung rutin, berulang dan semakin menjadi-jadi dalam berbagai aspek kehidupan.
Perlahan, sebagian rakyat telah beradaptasi, sehingga kondisi ini menjelma menjadi kebiasaan berbangsa dan bernegara yang baru, new normal.
Bangsa digiring untuk biasa hidup di tengah pemerintahan yang semakin otoriter, inkonstitusional, inkonsisten atau hipokrit.
Anda-anda para tokoh, aktivis, cerdik-pandai, kaum terdidik, pemimpin partai dan para mahasiswa hanya pasrah menunggu nasib?
(Penulis: Marwan Batubara, salah satu Deklarator KAMI)