Ketiga, mengapa mesti empat Menteri mengantar RUU BPIP ini ? Secara prosedural cukup diwakili oleh Menteri Hukum dan Ham saja. Pola “unjuk kekuatan” atau “unjuk kekuasaan” dengan mengutus empat Menteri menggambarkan situasi “disorder” atau “tidak normal”.
Keempat, RUU BPIP tetap kontroversial sebab membalikkan prinsip hukum yang benar. Ironi sebuah Undang-Undang dibuat untuk mengatur “wadah” yang lebih dahulu ada. Semestinya Undang-Undang dahulu baru dibuat wadah untuk melaksanakan Undang Undang. Ada “pemaksaan” dan dipastikan berkonten “tidak aspiratif”.
Keberadaan BPIP masih dipertanyakan urgensinya. Desakan agar BPIP dibubarkan juga cukup keras terdengar. BPIP bukanlah kebutuhan “pokok” bagi rakyat saat ini. Lebih pada pemenuhan hasrat penguasa sendiri dan dapat menjadi “mainan ideologi” Pemerintah.
Harusnya Pemerintah dan DPR “colling down” berkaitan dengan RUU HIP yang berbau komunisme tersebut. Sangat kuat tuntutan untuk melakukan pengusutan dugaan adanya penyusup “makar ideologis” RUU HIP. Lakukan proses politik dan hukum terhadap oknum yang “menunggangi” situasi.
Pemerintahan Preman adalah Pemerintah yang abai pada prinsip-prinsip Pemerintahan yang baik. Pemerintah yang menganggap enteng aspirasi rakyat. Pemerintah yang mengacak -acak wibawa wakil rakyat.
Pemerintah yang memerintah dengan kekuatan alat pemaksa, memperalat ideologi, serta memanipulasi hukum.
BPIP dan RUU BPIP adalah wujud pemaksaan dan keburukan dari rezim yang “false governance”, “false public policy” dan “false authority”. Itulah rezim Jokowi. (*glr)
Penulis: M. Rizal Fadillah, Pemerhati Kebijakan Publik