Penyidikan kasus ini sebenarnya sudah dihentikan oleh penerbitan Surat PErintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polda Metro Jaya tahun 2018. Alasan pemberhentian penyidian perkara ini karena kasus tersebut tidak mungkin diteruskan jika pelaku pembuat web dan konten porno itu tidak ditemukan polisi. Ironisnya kasus ini dibuka lagi dengan putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dengan nomor perkara: 151/Pid.Prap/2020/PN.Jkt.Sel.
Asal Bisa Menahan HRS
Menangkap dan menahan HRS di penjara karena perbuatan menciptakan kerumunan massa di tengah pandemic Covid 19, 10 Desember lalu, tampaknya tidak cukup bagi polisi atau pihak yang menghendakinya. HRS terus dijadikan target dan selalu dicarikan alasan hukum agar bisa tetap di tahanan negara. Penegak hukum tidak lagi peduli apakah dasar dan prosedur hukum penahannya benar atau tidak.
Masyarakat yg memahami hukum sebenarnya mudah sekali untuk mencerna kasus ini. Orang akan mudah memahami bahwa cara-cara yang ditempuh untuk menjerat HTS tidak lebih dari sebuah desain aksi dengan menggunakan prosedur hukum formal sehingga terkesan memenuhi aspek legal formal. Polisi berusaha mendapatkan justifikasi, yang seolah-olah dapat dibenarkan menurut hukum, dengan melalui usaha menindaklanjuti laporan dari masyarakat.
Padahal para pelapor perkara ini dipastikan karena adanya usaha sengaja untuk membunuh karakter dan hak kebebasan HRS sebagai warga negara. Desain aksi atau rekayasa proses hukum dalam kasus chat porno karya si pembuat website bodong itu semata-mata untuk membangun propaganda di masyarakat agar kredibilitas HRS hancur. Tujuan akhirnya adalah agar langkah dan kiprah HRS, bersama FPI dan diikuti umat Islam simpatisan lainnya, tidak lagi bisa kritis dalam memperjuangkan amar ma’ruf nahi munkar versus kekuasaan.
Desain aksi ini berbentuk tindakan seseorang atau sekelompok orang atas inisiatif sendiri, atau diperintahkan, telah membuat situs (website) bodong tanpa penanggungjawab bernama: www.baladacintarizieq.com. Konten dari web tersebut adalah potongan percakapan porno dari aplikasi WA (screenshot) yang dilakukan oleh seorang wanita dan pria.
Dalam potongan percakapan porno itu, oleh pengelola web kemudian ditulis bahwa pelaku percakapan adalah HRS dan seorang wanita bernama FH. Seseorang bernama Jefri Azhar kemudian melaporkan HRS ke polisi dengan sangkaan perbuatan melawan UU Pornografi dan UU ITE. Padahal jika menggunakan dasar hukum UU Pornografi dan UU ITE yang benar dan tepat untuk tujuan penegakan hukum, maka sejatinya proses hukum melalu penyelidikan dan penyidikan ditujukan untuk:
1. Polisi terlebih dahulu mengungkapkan, menangkap dan menahan pelaku pembuat website www.baladacintarizieq.com berikut konten-konten pornografi di dalamnya;