Sebagai negara yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan menentang keras penjajahan dalam berbagai bentuk, seperti yang ditegaskan di dalam pembukaan UUD 1945, sikap resmi pemerintah Republik Indonesia yang tidak pernah mengakui adanya negara Zionis-Israel sudah sangat tepat. Bahkan dalam asas politik bebas-aktif, seharusnya Indonesia berinisiatif menggalang dukungan internasional agar Zionis-Israel menghentikan penjajahannya terhadap bangsa Palestina secepat mungkin.
Dalam kerangka inilah, rencana sejumlah orang yang mengaku Komunitas Pecinta Israel yang hendak merayakan Hari Kemerdekaan Zionis Israel di Jakarta, Sabtu (14/5), terdengar konyol dan ahistoris. Unggun “Samuel” Dahana, sebagai inisiator acara ini, awalnya terlihat begitu semangat dan memberikan sejumlah dalih agar masyarakat Indonesia bisa menerima adanya perayaan tersebut. Apalagi Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dan Ketua DPR Marjuki Alay menyatakan bahwa perayaan itu tidak apa-apa asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Senada dengan itu, politisi PKS Nasir Jamil yang pernah mengutip Injil Matius untuk memperkuat dalihnya, pun menyatakan perayaan hari kemerdekaan Zionis-Israel tidak menjadi masalah asal dilakukan di ruangan tertutup.
Terkait dengan itu semua, Akademisi UI Hikmahanto Juwana menyayangkan hal itu. “Pernyataan Ketua DPR yang mengatakan perayaan Hari Kemerdekaan Israel tidak apa-apa asal tidak melanggar UU, dan pernyataan Ketua Komnas HAM bahwa tindakan tersebut dapat ditoleransi karena merupakan hak warga negara mengekspresikan diri, asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum, patut disayangkan,” ujar Hikmahanto.
Menurutnya, seharusnya Marzuki dan Ifdhal paham ketua panitia perayaan, Unggun Dahana, sedang melakukan tindakan provokatif. “Tindakan Unggun tidak lazim, karena HUT suatu negara dilakukan oleh warga negara Indonesia. Belum lagi Unggun Dahana secara provokatif membuat rilis ke berbagai media atas niatnya tersebut. Ini tidak lazim. Lazimnya adalah perwakilan dari negara yang akan merayakan, yang melakukan rilis tersebut,” lanjutnya.
Sejumlah tokoh dan ormas Islam dengan tegas mengecam dan menentang rencana tersebut. Yenny Wahid menyatakan jika mereka yang ikut dalam rencana perayaan itu patut dipertanyakan kadar nasionalismenya. Mantan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid bahkan menyerukan agar pemerintah mencabut kewarganegaraan WNI yang ikut-ikutan merayakan hari kemerdekaan Zionis-Israel di wilayah hukum Republik Indonesia.
Sikap ambivalen diperlihatkan Polri. Agar aman, mereka mengambil langkah formal: menunggu permintaan izin penyelenggaraan keramaian. Hikmahanto juga menyayangkan hal ini. Menurutnya, polisi seharusnya bisa bersikap pro-aktif dengan melarang rencana ini, walau mereka belum menyerahkan surat izin keramaian.
Dan hasilnya pun kita sudah ketahui. Unggun “Samuel” Dahana membatalkan acara tersebut di hari Sabtu (14/5) karena tidak adanya izin dari polisi. Namun secara diam-diam, terbetik kabar jika ada 28 orang Indonesia ternyata telah merayakan peringatan hari kemerdekaan Zionis-Israel di satu hotel di daerah Puncak, dipimpin oleh Benjamin Ketang, Direktur Eksekutif Indonesia-Israel Public Affair Committe (IIPAC), di hari yang sama.
Menurut Benjamin Ketang yang memiliki nama asli Muhammad Nur Ketang seperti yang dirilis di berbagai media, perayaan sudah dilakukan dengan susunan acara menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu menyanyikan Hatikva, dan kemudian membaca do’a Halil, doa syafaat dalam bahasa Ibrani untuk orang-orang Zionis-Israel. Ketang juga menjelaskan jika pelaksanaan perayaan ini bukan dilakukan dalam sebuah upacara khusus, namun di sebuah ruangan khusus secara tertutup di sebuah hotel.
Terhadap aktivitas ilegal yang dilakukan Ketang beserta teman-temannya ini, Unggun “Samuel” Dahana mengaku tidak tahu menahu walau dia bersahabat dengan Ketang.
Unggun sendiri yang belum mengantungi izin dari polisi mengaku tidak menyesali rencananya ini. Menurutnya, ada banyak cara untuk menyatakan dukungan kepada Zionis-Israel.
Test The Water
Unggun “Samuel” Dahana, Muhammad Nur “Benjamin” Ketang, dan rekan-rekan sekoalisinya merupakan orang-orang yang pernah memakan bangku sekolahan, bukan orang buta huruf. Mereka pasti tahu jika rencananya itu bakal menuai kontroversi di tengah masyarakat Indonesia. Mereka pasti tahu jika sesungguhnya Zionis-Israel itu penjajah. Mereka pasti tahu jika Zionis-Israel merupakan The Real Terrorism in The World. Namun semua ini tidak mereka perdulikan. Tentu ada sesuatu yang jauh lebih profitable bagi mereka ketimbang harus mendengarkan hati nurani mereka sendiri.
Adalah sangat masuk akal jika apa yang mereka lakukan merupakan Test The Water, upaya coba-coba, untuk melihat dan mengukur sejauh mana respon masyarakat Indonesia atas rencana yang kontroversi tersebut. Bukan hanya sikap masyarakat Indonesia tingkat bawah yang mereka lihat dan ukur, namun juga para pejabatnya. Siapakah dari mereka yang menentangnya, siapa yang malu-malu menyetujui, dan siapa yang terang-terangan tanpa tahu malau malah menyetujuinya.
Setelah melihat dan mengukur respon masyarakat Indonesia, mereka akan melaporkan hal tersebut ke “User”nya. Dan tentu saja, semua ini adalah proyek, yang ada anggarannya dan tentu saja komisinya. Orang-orang seperti ini hidup dengan membungkam nuraninya, dan menjadikan keyakinannya hanya sebagai barang dagangan, demi memperkaya diri dan keluarganya. Sama sebangun dengan sebagian orang yang duduk di DPR.
Ada satu hal yang menarik yang diucapkan Unggun “Samuel” Dahana ketika rencananya batal. “Tidak mesti dengan perayaan, ada banyak cara untuk menyatakan dukungan kepada Zionis-Israel,” ujarnya.
Dalam hal ini Unggun benar. Ada banyak cara untuk menyatakan dan membantu Zionis-Israel. Di antaranya adalah dengan mengalirkan uang yang kita punya ke perusahaan-perusahaan milik Zionis, misal menyewa hotel mewah untuk menyelenggarakan acara besar di mana hotel itu dimiliki oleh jaringan Zionis, menyetuji UU pengelolaan kekayaan alam negeri ini ke perusahaan-perusahaan milik jaringan Zionis, dan sebagainya. Hal-hal ini sesungguhnya jauh lebih menguntungkan Zionis Israel ketimbang apa yang akan dilakukan Unggun “Samuel” Dahana cs.
Dan kepada pihak kepolisian, semua orang waras sudah tahu jika Zionis Israel adalah biang teroris dunia. Dan jika ada orang yang mengaku dan berterus terang sebagai pecinta Zionis Israel, logikanya mereka sesungguhnya juga mengatakan jika mereka adalah pecinta biang terorisme dunia. Bukankah orang-orang seperti ini bisa langsung ditangkap Densus-88 dengan tudingan terorisme? Mengapa hanya kepada umat Islam polisi bisa gagah berani? Wallahu’alam. Semoga mereka bisa menjawab semua ini di alam kuburnya nanti. [rd]