Hal lain yang menggelegar adalah mundurnya Staf Khusus milenial Presiden, yang notabene adalah tambahan tersendiri dari dalam Istana. Sebab di dalam pidatonya, Presiden mengatakan bahwa memilih staf khususnya adalah anak-anak milenial untuk membantu pekerjaannya dengan cepat dan tepat.
Akan tetapi di tengah perjalanan waktu dia melakukan kesalahan administrasi dengan menyebar surat ke kecamatan yang kebetulan ada perusahaannya, hal itu terus terbuka bahwa dialah pemilik ruang guru yang sahamnya dikuasai oleh orang asing. Sehingga menjadi viral di media sosial.
Dari hal di atas, saya jadi teringat dengan beberapa Parodi Hiburan di televisi. Sebab sepertinya pejabat negara ini sedang memainkan parodinya terhadap rakyatnya. Judul parodi di ruang dungulah –pinjam istilah Rocky Gerung, yang terjadi sekarang ini. Karena seluruh kebijakan dan perilaku pejabat tak pernah sejajar dengan gaji dan jabatannya.
Wajar kalau saya jadi ingat seorang kritikus lainnya, Simon Dentith (2000: 9), yang mengartikannya sebagai “any cultural practice which provides a relatively polemical allusive imitation of another cultural production or practice.”
Semoga saja Parodi ini segera berakhir dengan bahasa “sudahlah pak, Anda lelah dan tidak sanggup lagi sepertinya”. Karena negara ini masih punya masa depan yang lebih baik dan besar dengan semangat perubahan yang lebih besar dan mendasar. (end)
Himawan Sutanto
Pemerhati budaya politik