Yang aneh adalah opini bahwa menurut Gerindra lebih strategis posisi Menhan bagi Prabowo ketimbang Wapres. Sejauh yang publik tahu, Prabowo adalah tipikal yang siap mengabdi demi bangsa dan negara. Bukan soal untung rugi atau nyaman tidak nyaman.
Oleh karena itu, memakai tolok ukur Fahri dan Fadli yang disebut akan menerima penghargaan Bintang Maha Putra, lantas agar Prabowo dianugerahi pula Jenderal Kehormatan Bintang 4 lebih terkesan menjilat ketimbang akal sehat. Gak perlu mengganggu sang Jenderal dengan perbandingan yang tidak “apple to apple” itu.
Analisa serampangan tumpang tindih pun terkait apa yang menjadi tujuan KAMI dengan tudingan hasutan ala PKI kepada Cakrabirawa. Padahal didalam kabinet, diantara koalisi dan partai-partai itu yang justru sedang dirundung berbagai polemik yang timbul dari Istana.
Bahkan ada orsap Partai pendukung yang ngeluh “Jokowi sudah tak punya hati”, tak tanggung-tanggung disampaikan langsung ke Rizal Ramli, yang notabene mendukung KAMI.
Zeng pun naif sekali ketika menyebut hidup rakyat yang semakin susah, tapi bukan salah pemerintah. Lantas salah siapa ? Pemerintah sebagai apa terhadap kesusahan rakyatnya? Justru untuk itulah kehadiran KAMI merupakan bagian upaya aspirasi mengatasi kesengsaraan rakyat diberbagai segmentasi.
Kehadiran KAMI tidak akan berarti apa-apa bila rakyat saat ini hidup berkeadilan dan berkemakmuran. Dua potensi “crucial of people life”. Kehadiran pemerintah terasa lemah di hal mendasar ini. Perlu “extraordinary acting” tanpa menyerang konstitusi. KAMI sangat menyadari hal ini.
Jadi upaya diskreditkan KAMI dengan bumbu hadirnya Lieus Sungkharisma berembel Cina pula plus disebut aktor makar (karena mendukung Capres Prabowo dalam berbagai pernyataan politiknya) tentu kita dapat menilai betapa rasis dan bengisnya asumsi Zeng itu, satu sisi memuji Prabowo tapi sisi lain mencibir pendukung setianya.
Sementara hubungan Prabowo dengan Lieus pun tetap terjalin baik. Sudah sifat Prabowo tak pernah melupakan teman seperjuangan. Politik bukan narkoba yang semakin bikin halusinasi ketagihan untuk merusak “from within”. Lieus memang aktivis, tapi bukan model penghianat.
Apapun berbagai narasi destruktif yang dirangkai untuk mengkontaminasi dan mereduksi kebangkitan semangat rakyat melalui KAMI, tidak akan menemukan frame nya.
Jangan sampai hanya karena warna gerakan moralitas KAMI ini sulit dibendung sehingga belum apa-apa sudah membuat makelar-makelar politik kekuasaan mengalami “paranoid extraordinary” yang pada akhirnya mengalami kebuntuan akal sehat dan tak punya hati lagi. (*end)
Penulis: Adian Radiatus, Pemerhati Sosial Politik