Apalagi Sukarno sendiri belum meyakini “lima dasar” yang ditawarkan kepada sidang BPUPKI bisa diterima. Makanya bagi yang tidak mau menerima “paket 5” ia juga menawarkan “paket 3” (trisila), jika tidak mau juga disediakan “paket 1” (ekasila).
Itu sebabnya, menurut Bung Hatta, untuk menyempurnakan bentuk dan susunan artefak politik yang digali Sukarno, dibentuklah Panitia 9 yang dipimpin sendiri Sukarno, dengan Drs Mohammad Hatta sebagai wakil, dan anggota: Mr AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoel Kahar Moezakir, H Agus Salim, Mr Achmad Soebardjo, KH Wahid Hasjim, serta Mr Mohammad Yamin.
Oleh Panitia 9, Pancasila yang masih berupa “kumpulan artefak” itu disusun bersamaan dengan Piagam Jakarta yang kemudian dijadikan Pembukaan UUD 1945.
Akan tetapi ketika Pancasila hendak diletakkan di tempat yang tinggi sebagai pedoman bangsa, para pendiri bangsa melihat ada yang “kurang elok” bagi umat Nasrani (dan non-Muslim) lantaran ada “tujuh kata” (dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya) di belakang sila Ketuhanan.
Singkat cerita, artefak Pancasila yang digali Sukarno dari situs peradaban Nusantara itu akhirnya berhasil direstorasi Panitia 9 menjadi Pancasila yang kita kenal sekarang (1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, 3. Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia).
Kemudian pada 18 Agustus 1945, Pancasila yang berada dalam Pembukaan UUD 1945 dan Undang-undang Dasar Negara Indonesia 1945 diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, menjadi satu Dokumen Negara.
Jadi Pancasila tidak dilahirkan (1 Juni 1945), melainkan digali dari situs peradaban bangsa, dan ditetapkan sebagai dasar negara bersamaan dengan penetapan Konstitusi UUD 1945 pada 18 Agustus 1945.
Sebagai referensi dalam perspektif historiografi, bisa kita bandingkan dengan Borobudur. Apakah candi Buddha terbesar di dunia itu lahir pada 1814, tahun digagasnya pencarian artefak Borobudur oleh Thomas Stamford Raffles (utusan Inggris untuk jadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda – 1811-1816), atau HC Cornelius, insinyur Belanda yang diperintah Raffles untuk mengangkat batu-batu candi yang tertimbun tanah dan pepohonan?
Tentu saja kita percaya Pancasila, sebagaimana Borobudur, sudah lahir jauh sebelum peradaban manusia modern menguni bumi Nusantara.
Tugas para penyelenggara negara untuk menjalankan roda pemerintahan, membuat kebijakan, sesuai dengan amanat Konstitusi UUD 1945 yang Pancasila ada di dalamnya, sebagai jiwanya. Bukan menjadikan Pancasila sebagai instrumen pemisah, apalagi alat gebuk, mereka yang berbeda dengan penguasa. (end)
Penulis: Adhie M. Massardi, anggota Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)
BARU!!! Eramuslim Digest edisi 14, Aslim Taslam, handbook Dakwah untuk Non Muslim… Pre Order.. Pesan via WA ke 085811922988