Lima tahun sudah Amerika dan Sekutunya menjajah negeri seribu satu malam, Irak. Dalam rentan waktu yang cukup lama ini, hingga bulan Oktober kemarin muslim Irak yang tewas sebanyak 97.235 orang, dengan rata-rata korban tewas mencapai 10-15 orang per-hari. (sumber: iraqbodycount.org) Sedangkan tentara Amerika yang menemui ajalanya di Irak sebanyak 36.365 orang, data ini berdasarkan sumber situs almokhtsar.com, yang melakukan up date korban mati dari tentara Amerika setiap harinya di Irak.
Duka panjang muslim Irak ini sepertinya akan terus berlanjut. Kendati mandat PBB kepada tentara Sekutu yang dipimpin AS akan berakhir di penghujung bulan depan (31 Desember 2008), Amerika sejak jauh hari telah mencari strategi lain guna mengamankan posisinya untuk tetap berada di negeri jajahannya. Strategi yang dimainkan bernama "pakta keamanan". Sebuah kesepakatan baru yang ditawarkan Washington kepada Baghdad. Yang secara garis besar, kesepakatan ini berbicara mengenai tenggat waktu tentara Amerika berada di Irak.
Sekalipun menuai kecaman dari warganya, PM. Irak, Nouri Al Maliki yang merupakan representasi dari pemerintahan Irak, tetap keukeh akan keputusan kabinetnya. Dari 28 menterinya yang hadir dalam acara penentuan sikap kabinet, hanya menteri peranan wanita, Nawal al-Samarrai yang melakukan penolakan, sedangakan yang lainnya sepakat menerima tawaran Washington itu.
Sehari sesudahnya, tepatnya tanggal 17 November 2008, nota kesepahaman antar kedua negara ditandatangani. Ini merupakan tahap awal, sebelum kemudian di ajukan ke parlemen, dan semuanya akan ditentukan di sana. Dalam penandatanganan ini Irak diwakili oleh Hoshyar Zebari selaku Menlu Irak sedangkan Amerika diwakili Ryan Crocker, selaku dubes Amerika yang bertugas untuk Baghdad.
Dengan demikian kabinet Maliki siap dengan isi kesepakatan yang melegalkan tentara AS berada di Irak hingga tanggal 31 Desember 2011, tiga tahun dari berakhirnya mandat PBB. Dan pastinya sudah bisa dibayangkan, bila kesepakatan ini direstui parleman, entah berapa puluh ribu lagi muslim Irak yang akan menemui ajalnya di ujung senjata para penjajah AS.
Keputusan kabinet Maliki yang mendukung pakta keamanan terus menuai protes. Bukan hanya dari rakyat Irak, penolakan juga datang dari kalangan elit politik dan tokoh negeri itu. DR. Haris Al Dari, Jubir Asosiasi Ulama Muslimin di Irak memberikan peringatan. "Kesepakatan ini tak ubahnya memperpanjang masa jajahan tentara AS di bumi Irak," demikian ungkap beliau dalam wawancara eksklusif bersama stasiun TV Al Jazeera.
Pernyataan ini diperkuat oleh DR. Abdu Salam Al Kubaisi, Sekjen Ulama Muslimin di Irak. Beliau berpandangan, siapapun yang menandatangani pakta kesepakatan ini, berarti ia telah masuk dalam poros permainan penjajah, dengan alasan menjaga keamanan demi kemaslahatan bangsa Irak, Amerika lantas dengan bebasnya berada di negeri ini. Yang lebih menakutkan, ungkap beliau, yaitu akan dijadikannya Irak sebagai basis pertahanan untuk menyerang negara-negara tetangga, dan Iran dipastikan akan memperkuat militernya, guna mengantisipasi serangan tiba-tiba dari Amerika yang berada Irak.
Kecemasan memang terlihat dari sikap Maliki selama ini. Selaku pimpinan tertinggi di negeri itu, dirinya melihat komponen pemerintahannya khususunya bidang keamanan masih sangat labil dan belum bisa bertugas sesuai harapan. Hal ini menjadi alasan utama Maliki untuk memainkan drama AS, yang memposisikan Irak ibarat hamba sahaya yang memohon kepada tuannya untuk tetap menjadi pelindung.
Penolakan keras juga datang dari pemimpin Syiah di Irak, Moqtada Sadr. Ia tegaskan, faksinya yang memiliki 30 kursi di parlemen, akan menolak pakta keamanan ini. Keputusan anggota parlemen yang berjumlah 275 orang, menjadi penentu diterima atau tidaknya kesepakatan tersebut.
Dalam seminggu ini sidang sudah dua kali dilakukan, yaitu pada hari Senin (17/11) dan Rabu (19/1). Sidang hari ke dua berjalan kicruh, ketika pembacaan draft kesepakatan berlangsung, salah seorang anggota dari faksi Syiah Sadr, Ahmad Mas’udi maju ke podium. Ia berusaha mengambil draft pakta keamanan yang sedang dibacakan pimpinan sidang. Namun hal tersebut dapat dicegah oleh petugas keamanan yang ada, dan berujung dengan diskorsingnya sidang hingga besok.
Sidang lanjutan di hari berikutnya, Kamis (20/11) menghasilkan kesepakatan, bahwa keputusan akhir ditentukan pada hari Senin, tanggal 24 November 2008 nanti, dengan menempuh jalur voting anggota parlemen.
Sebutir Harapan
Sudah lelah kita melihat tragedi kemanusiaan terus berlanjut di Irak. Apalagi mereka yang merasakan langsung wujud ketidakadlian dan pupusnya impian damai di sana, tentu sudah jenuh merasakan penjajahan yang dilakukan AS dan sekutunya. Tragis, kita sebagai muslim yang juga menjadi bagian dari mereka yang tertindas, belum banyak bisa berbuat apa-apa. Entah bentuk pertanggungjawaban apa yang bisa kita berikan nanti di padang mahsyar. Kalau ternyata sekarang kita sudah terbiasa menikmati darah umat Islam terus mengalir di muka bumi, tanpa lagi memiliki rasa kepedulian.
Tanggal 24 nanti menjadi hari penentu bagi bangsa Irak. Semoga tidak ada lagi pengkhianat-pengkhianat bangsa yang menjual kedaulatan negeri itu ke tangan hina dina Amerika dan sekutunya. Pakta keamanan hanyalah sebuah topeng, strategi usang yang sering dimainkan oleh penjajah manapun di bumi ini. Sudah menjadi harga mati, Amerika harus hengkang dari Baghdad dan sekitarnya. Seperti apa yang dikatakan Moqtada Sadr, "Tanpa harus menunggu tanggal 31 Desember 2011, Amerika harus keluar dari Irak dengan keadaan hina dan tertunduk". Wallahu al Musta’an.
Profil Penulis
Muhammad Syarief, Mahasiswa Pascasarjana AOU, Kairo. Lahir di Jakarta, 23 September 1984. Alumni Pondok Pesantren Assalaam Surakarta. Menyelesaikan S1 di Fakultas Syariah Islamiyah Universitas Al Azhar, Kairo. Saat ini sebagai mahasiswa Pascasarjana di American Open University (AOU), Kairo. Aktif sebagai staff kajian Dunia Islam di Studi Informasi Alam Islami (SINAI) Mesir
Email: [email protected]
Website: sinaimesir.com
Blog: rieff02.multiply.com