Pak Nuh Dan Langgar Wakaf

Seperti Archimides yang melompat dari bak air dan berteriak “Eureka”, aku tahu! Pak Nuh menemukan erureka itu, ia akan melakukan wakaf, mendedikasikan sisa hidup sepenuhnya untuk wakaf.

Nuh mewakafkan hidupnya dan sekaligus berjuang agar umat Islam Indonesia membudayakan wakaf untuk memaksimalkan potensi ekonomi umat demi kemajuan bangsa.

Dulu kita mengenal wakaf hanya dalam bentuk langgar atau surau kecil yang sederhana di kampung. Atau orang yang punya aset tanah diserahkan ke yayasan untuk dibangun masjid atau madrasah.

Sekarang wakaf dikelola dengan sistem keuangan modern, diinvestasikan dalam usaha yang produktif, hasilnya bisa dipakai untuk membiayai pembangunan dan membantu masyarakat yang membutuhkan. “Tidak harus jutaan atau ratusan ribu rupiah, cukup sepuluh ribu rupiah sebulan, yang penting rutin,” kata Pak Nuh.

Dia sekarang secara resmi didapuk sebagai Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan bertekad menghabiskan hidupnya untuk mengejar defisit melalui wakaf. Ia senang Presiden Jokowi telah melaunching Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU), Senin (25/1). Ia tahu tugasnya tidak mudah. Ia tahu banyak yang berkomentar negatif di medsos dan media lain.

Pak Nuh tidak mau terlibat dalam perdebatan itu. Ia malu kepada Syaikh Jaber. Ia ingin mengejar defisitnya. Ia tidak mau masuk dalam golongan Ustad Jarkoni.[gr]

(Penulis:Dhimam Abror Djuraid,  Wartawan senior.)