Ketiga: Jiwa menunjuk pada Mental. Mental menjadi salah satu bidang Pembangunan Nasional, sementara agama sebagai subbidang bersama dengan rohani dan kebudayaan. Hal ini bukan saja langkah mundur, namun juga mensejajarkan agama dengan rohani dan kebudayaan adalah sesuatu yang tidak pada tempatnya. Penempatan demikian ada maksud tertentu terkait dengan paham Ketuhanan yang berkebudayaan serta pembentukan mental dalam rangka Revolusi Mental. Dalam RUU-HIP disebutkan pembentukan Manusia Pancasila melalui Tata Masyarakat Pancasila yang dicirikan salah satunya adalah “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Di sisi lain, Tata Masyarakat Pancasila, baik visi maupun misinya tidak menyebutkan perihal keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apakah dapat dibenarkan keimanan dan ketakwaan seseorang – yang berdasarkan sila pertama –, harus didasarkan dan mengacu pada sila kedua Pancasila?. RUU-HIP juga menyebutkan, bahwa pembinaan agama sebagai pembentuk mental dan karakter bangsa dengan menjamin syarat-syarat spiritual dan material untuk kepentingan kepribadian dan kebudayaan nasional Indonesia dan menolak pengaruh buruk kebudayaan asing. Disebutkan juga adanya pembinaan atas rumah-rumah ibadah dan lembaga-lembaga keagamaan. Dimaksudkan untuk membangun kesadaran toleransi dan kerja sama antara umat beragama dalam semangat gotongroyong. Frasa “dalam semangat gotongroyong” adalah menunjuk pada konsep Ekasila dan terhubung dengan paham “Ketuhanan yang berkebudayaan”. Agama hanya menjadi alat pembentukan mental dan kebudayaan. Dimasukannya mental itu terkait dengan gagasan Revolusi Mental yang mendahuluinya. Akan tetapi tidak pernah ada penjelasan ilmiah-teoretis dari sang penggagasnya (in casu Presiden Jokowi) dan bahkan berseberangan dengan konsep akhlak dalam Islam.
Revolusi Mental sepertinya mengacu pada teori kebudayaan. Revolusi Mental berkesesuaian/sejalan dengan Islam Nusantara – melalui Fikih Kebhinekaan – dan paham SEPILIS. Revolusi Mental disinyalir sangat dekat dengan pemikiran Karl Marx dan Revolusi Kebudayaan China (RRT) oleh Mao Zedong.
Tritunggal KEBUMEN sangat dekat dengan sosialisme-komunisme. Dengan dalih ingin membentuk Masyarakat Pancasila dan Manusia Pancasila, namun mengandung penyesatan tafsir atas Pancasila. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk mewujudkan ideologi tunggal Pancasila dan sekaligus menghalangi penerapan Syariat Islam secara legal konstitusional dalam sistem hukum nasional. Pada akhirnya, patut diduga RUU-HIP memang diarahkan untuk kepentingan ‘ruang hidup’ (lebensraum) ideologi komunis dengan negara penerima manfaat yakni Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam rangka menghadapi perkembangan ekonomi politik global, khususnya pertarungan RRT versus AS.
Jakarta, 8 Juni 2020.
Penulis: Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. (Direktur HRS Center)