Nestapa Minyak Goreng: Lawan Kebijakan Pro Oligarki!

Prahara migor yang berlangsung sejak Oktober 2021 membuka peluang terbitnya aturan harga migor sesuai mekanisme pasar yang tampaknya sudah lama diinginkan. Tak peduli jika rakyat menjadi korban, yang penting untung pengusaha oligarkis dan penerimaan pajak tetap tinggi. Guna menutupi atau mengalihkan perhatian publik atas perubahan yang merugikan rakyat ini, pemerintah dan oligarki sengaja terus membesar-besarkan isu mafia. Sebaliknya, walau mafia tersebut ada, maka sangat absurd jika pemerintah sampai takluk oleh mafia!

Padahal sebagai produsen CPO terbesar dunia dan memiliki pabrik migor di dalam negeri, maka Indonesia seharusnya bisa mengatur volume dan harga khusus CPO untuk dalam negeri (domestic market obligation, DMO dan domestic price obligation, DPO). Dengan demikian, kepentingan migor rakyat secara keseluruhan terpenuhi dan inflasi akibat naiknya migor dapat dicegah. Ternyata yang dipilih kebijakan harga pasar yang merugikan rakyat!

Kerugian Rakyat

Total konsumsi migor nasional sekitar 5,78 miliar liter per tahun, yang terdiri dari kemasan premium 1,27 miliar liter atau 22 persen; kemasan sederhana 0,231 miliar liter atau 4 persen; curah rumah tangga 2,43 miliar liter atau 42 persen; dan curah industri 1,85 miliar liter atau 32 persen. Sedangkan 46,9 persen konsumen migor adalah rakyat berpendapatan Rp 400.000 hingga Rp 1 juta per bulan dan 44,7 persen konsumen berpendapatan Rp 1 juta hingga Rp 3 juta per bulan.

Secara keseluruhan konsumen migor rumah tangga adalah rakyat kelas menengah ke bawah yang mengkonsumsi sekitar 4,63 miliar liter migor. Dengan kebijakan pemerintah yang pro oligarki, dalam 6 bulan terakhir (hingga Maret 2022) diperkirakan mereka mengalami kerugian sekitar Rp 4,5 triliun. Jumlah ini bisa mencapai Rp 10 triliun akibat kebijakan harga yang dilepas ke pasar.