Nestapa Minyak Goreng: Lawan Kebijakan Pro Oligarki!

OLEH: MARWAN BATUBARA

 

Pada 16 Maret 2022 pemerintah kembali merubah kebijakan minyak sawit mentah (CPO) dan olahan melalui Permendag 11/2022.

Peraturan ini mencabut ketentuan HET Permendag 6/2022 yang berisi ketentuan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng (migor) dalam tiga kelompok, yakni HET migor kemasan premium Rp 14.000 per liter, migor kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan migor curah Rp 11.500 per liter.

Dengan Permendag 11/2022, maka HET hanya berlaku untuk migor curah, dan naik menjadi Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kg. Sedangkan migor kemasan sederhana dan premium, harganya berfluktuasi sesuai mekanisme pasar. Prinsipnya di luar migor curah harganya dilepas sesuai harga pasar internasional. Kebijakan ini jelas melanggar konstitusi dan sangat nyata memihak kepada oligarki, dan wajib dilawan!

Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diungkap berbagai kegagalan pemerintah mengelola industri migor dan sawit, terutama dalam menetapkan kebijakan yang adil, kredibel dan berkelanjutan. Dengan terbitnya Permendag 11/2022, maka hanya dalam waktu dua bulan sejak Januari 2022, pemerintah telah menerbitkan enam kebijakan yang berubah-ubah.

Pemerintah mengaku harus menerbitkan peraturan baru karena peraturan lama belum dapat mengatasi masalah kelangkaan, antrian panjang, dll. Pemerintah biasa mengungkap berbagai alasan guna menjustifikasi terbitnya peraturan baru seperti misalnya terjadinya penimbunan, penyeludupan, pengalihan penggunaan, pengoplosan, dll. Terakhir dikampanyekan tentang maraknya mafia yang membuat peraturan lama harus dicabut, diganti Permendag 11/2022.

Semua peraturan diterbitkan secara coba-coba, tanpa kajian komprehensif, dan tanpa rasa bersalah. Namun hal ini sekaligus menunjukkan kegagalan pemerintah mengelola hajat hidup rakyat dan menegakkan kedaulatan negara sesuai Pancasila dan UUD 1945. Kegagalan ini terjadi terutama karena yang menjadi motif utama di balik perubahan kebijakan bukanlah kepentingan masyarakat banyak, tetapi kepentingan oligarki dan optimasi penerimaan pajak guna menambal defisit APBN yang sangat dalam.