Negara Impor

Tak dipungkiri, dengan kesuburan tanah yang baik itu, tanaman apa pun yang kita usahakan, dipastikan akan menghasilkan produksi yang berlimpah. Padi, jagung, kedelai, ketela pohon, sayur-sayuran, buah-buahan serta tanaman lainnya, bisa tumbuh subur dan berlimpah.

Apalagi, kalau hal itu (budidaya, red) dibarengi dengan penerapan teknologi. Maka, sudah dipastikan, negara kita tak perlu lagi melakukan impor pangan seperti yang selama ini terjadi.

Namun sangat ironis, negara yang kaya raya loh jinawi ini, justru tidak memanfaatkan sumber daya alaminya dengan optimal. Buktinya, negara kita masih saja impor terhadap sejumlah kebutuhan pokok makanan.

Pertanyaannya, mengapa kita tak mampu mengelola sumber daya alam itu dengan optimal? Yang jelas, banyak faktor memengaruhi aksi impor oleh negara tersebut. Salah satunya adalah minimnya penerapan teknologi yang dimiliki sumber daya manusia (petani dan nelayan, red) secara umum, yang akhirnya berdampak pada produksi yang dihasilkan.

Ini memang mirip seperti yang terjadi dalam hukum ekonomi. Dimana digambarkan hubungan-hubungan di pasar, antara para calon pembeli dan penjual dari suatu barang. Antara penawaran dan permintaan yang digunakan untuk menentukan harga dan kuantitas yang terjual di pasar.

Nah, ketika faktor teknologi minim digunakan, maka hasil produksi pun menjadi lebih kecil ketimbang suatu usaha yang disertai dengan penerapan tekonologi. Banyak contoh negara telah menerapakan teknologi seperti Jepang, China, Vietnam, maupun negara-negara Amerika dan Eropa.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Inilah yang kemudian disesalkan anggota Komisi IV DPR Johan Rosihan menyangkut impor pangan yang telah menjadi pilihan utama bagi ketersediaan pangan dan pemenuhan konsumsi pangan strategis dalam negeri.

Dia menyebutkan, adanya peningkatan impor pangan yang signifikan pada kuartal I 2021. Dia mencontohkan adanya impor gula yang terus meningkat dan sepertinya pemerintah tidak punya spirit untuk swasembada gula.

Data BPS menunjukkan, impor gula meningkat signifikan sebanyak 1,93 juta ton atau naik drastis 42,96 persen dibanding tahun lalu. Bahkan, selama Maret 2021, tercatat impor gula sebanyak 711.535 ton.

Saat ini, pemenuhan kebutuhan gula nasional selalu dilakukan dengan menerbitkan rekomendasi impor kepada pabrik gula yang memiliki izin usaha industri dan boleh dimasukkan ke pelabuhan mana saja tanpa perlu izin dari pemerintah. Kebijakan ini terus mempermudah impor dan dampaknya tidak ada semangat untuk melakukan swasembada gula nasional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.