Sebenarnya Joko Widodo maunya memberi isyarat bahwa beliau bisa berbuat baik untuk Ulama, namun ternyata diketahui setelah ditentang oleh orang-orang atau pihak-pihak dilingkungan Joko Widodo sendiri seperti; Mahfud MD, Hasto Kristiyanto, Kuasa Hukum TKN, Kepala KSP Moeldoko bahkan Menkopolhukam Wiranto mengeluarkan pernyataan yang bersifat insubordinatif terhadap atasannya.
Polemik pembebasan Ustat Abubakar Ba’asyir telah melecehkan dan merendahkan Ulama dan Umat Islam Indonesia sehingga saat ini Umat Islam makin hari kian tersakiti.
3. Pembagian Uang dan Bingkisan atas Nama Joko Widodo
Tugas dan Kewajiban Presiden Joko Widodo sejatinya adalah memastikan adanya pemenuhan kebutuhan hidup baik pangan, sandang dan papan. Karena itu, tidak tepat mengatakan hanya semata-mata karena “hasrat baik Jokowi” (willingness) ketika pembangian uang dan sembako secara gratis atas nama Presiden kepada rakyat.
Namun pembagian uang dan sembako dalam momentum pemilu tidak wajar apalagi bertepatan dengan kunjungan atau bingkisan yang tertulis calon Presiden Petahana. Tindakan-tindakan yang dipertontonkan Joko Widodo ini dapat mencederai perasaan publik bahwa rakyat Indonesia itu gampang dibeli hanya dengan uang, sembako atau gampang dibohongi dengan lantaran kebijakan populis terkait bantuan sosial, dana desa, pengangkatan pegawai.
Pemanfatan jabatan untuk kepentingan pribadi terkait Pilpres termasuk kategori memperdagangkan pengaruh atau dagang pengaruh (trading in influensi) yang bertentangan dengan hukum, etika dan nilai moralitas. Meskipun rakyat tidak akan terpengaruh dengan tindakan-tindakan tersebut, namun demikian perasaan publik tercederai sebagai bangsa miskin yang berharap pada tuan (manunggaling kawulo gusti) atau dianggap hamba sahaja.
Jokowi berbuat kurang elok dan tidak mampu meninggalkan legasi moral kepada rakyat. Pemahaman bernegara secara picik yang dipraktekan dalam perilaku birokrasi patrimonial, pemimpin sebagai “patron” dan rakyat diperlakukan sebagai “klain” di Negara Demokrasi Republik Indonesia yang sejatinya “pemimpin” maupun “rakyat” memiliki kedaulatan yaitu Kewajiban Negara dan Hak Asasi Warga Negara sesuai UUD 1945.
4. Pengekangan Kebebasan Sipil, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
Presiden Joko Widodo dilantik pada 21 Oktober 2014 dengan ekspektasi perubahan demokrasi, hak asasi manusia, kekebasan sipil dan keadilan sosial. Pilar-pilar penting yang merupakan jargon-jargon yang ditulis dalam cita-cita Nawacita, dan diucapkan dalam berbagai kesempatan oleh Joko Wiidodo.
Namun berbagai harapan akan perubahan pupus ketika formasi kabinet dan realisasi kebijakan yang jauh dari harapan dan bahkan meninggalkan tujuan dan cita-cita awal. Oposisi sudah mulai kritik Pemerintahan ketika institusi penegak hukum dan lembaha rasuah (KPK) diganggu bahkan diintervensi justru oleh kekuatan-kekuatan yang melingkari Presiden termasuk Partai Politik.
Apapun yang dilakukan oleh kelompok sipil, intelektual, aktivis, komunitas agama dan rakyat mereka menyadari sepenuhnya bahwa untuk membangun negara harus berada dalam dua ranah yaitu partisan dan oposan.