Naniek S Deyang: Politik Devide Et Impera

Kemudian PKB juga pecah. Dari keluarga Gus Dur sebagai pendiri, terambil oleh Cak Imin Cs. Polemik rebutan PKB sejak jaman Presiden Megawati sampai Presiden SBY. Sebelumnya lagi, di jaman Pak Harto yang paling fenomenal adalah PDI. Kemudian berbelah menjadi PDI dan PDIP. PDI lama dipimpin oleh Suryadi dan PDIP dipimpin oleh Megawati. PBB, dan partai-partai lain juga terus membelah, hingga seringkali terpisah dari pendirinya.

Bicara rebutan partai, atau terpecahnya partai, sebetulnya bukan sekarang saja terjadi. Dari jaman dulu juga terjadi. Mengapa? Saya pernah mendengar dulu dari para mahaguru intelejen, saat saya mulai menjadi wartawan politik, bahwa di Indonesia sejak awal merdeka, tidak pernah diikhlaskan oleh negara-negara besar termasuk eks penjajah.

Untuk mengerdilkan Bangsa dan Negara Indonesia itu, hanya dengan cara devide it empera. Intinya tidak boleh ada kekuatan utuh, baik kekuatan dalam bidang agama atau partai politik. Tidak boleh ada partai politik punya kekuatan di atas 20 persen. Jadi, harus diobrak-abrik supaya banyak partai. Karena hanya agama dan partai politiklah yang bisa menggerakkan rakyat.

Rakyat Indonesia yang mayoritas tidak punya karakter yang kuat, seperti mudah diadu domba. Senang hidup borju dan pamer. Suka menjilat dan gampang disogok. Tidak malu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Benar-benar menjadi “alat ampuh” untuk terus membelah rakyat Indonesia, dengan menggunakan oknum rakyat. Sebut saja para komprador (combe penjual negeri).

Rakyat Indonesia tidak boleh bersatu. Kalau bersatu akan sangat kuat dan mengancam negara mana pun. Karena akan menjadi negara berpenduduk Islam terkuat, dan dengan alam yang luar biasa kaya. Kalau rakyatnya kelewat kuat, tentu sangat sulit bagi kaum kapitalis global untuk terus menjajah Indonesia. Terus mengeksploitasi SDA dan juga market (pasar Indonesia).

Saat di jaman Orde baru (Orba), Pak Harto sepertinya memahami teori konspirasi global untuk terus mengangkangi negeri ini. Makanya selama 30 tahun memimpin, Pak Harto berusaha hanya ada tiga Partai Politik saja. Namun kekuatan tiga partai ini juga terus digerilya, hingga PDI misalnya, pecah menjadi dua. Demikian juga dengan PPP. Yang agak tangguh hanya Partai Golkar, karena dikendalikan langsung oleh pak Harto.