Mungkinkah Jokowi Dikudeta?

Nah ketika Marcos digulingkan oleh Corazon Aquino, seorang politisi wanita Filipina tàhun 1986, secara tidak langsung peristiwa politik tersebut telah menginspirasi kalangan sipil di Indonesia. Gerakan People Power di Filipina waktu itu telah membangkitkan semangat warga sipil di Tanah Air yang kemudian akhirnya terwujud dalam Gerakan Reformasi yang terjadi tàhun 1998. Seperti kita ketahui, pada bulan Mei 1998, Soeharto akhirnya bisa ditumbangkan setelah menjadi presiden selama 32 tàhun.

Banyak analis politik menyebutkan, Soeharto waktu itu lengser dari kursi presiden bukan sepenuhnya sebagai gerakan people power seperti di Filipina. Proses suksesi di Indonesia waktu itu kental dengan gerakan politik yang awalnya dipicu oleh mundurnya sejumlah menteri kepercayaan Soeharto. Sejarah telah mencatat, Ginandjar Kartasasmita merupakan sosok menteri yang memelopori gerakan politik di jajaran Kabinet Pembangunan yang melawan kekuasaan Soeharto. Kendati sebelumnya dia dikenal dekat dengan Soeharto, tapi toh Ginandjar bersama sejumlah menteri lainnya memilih melawan Soeharto dengan cara ramai-ramai mengundurkan diri dari kabinet.

Setelah itu, bola politik bergulir ke lembaga MPR-RI. Ketika itu Ketua MPR Harmoko yang sebelumnya dikenal sebagai loyalis Soeharto saat puluhan tahun menjadi Menteri Penerangan , akhirnya juga ikut mencabut mandat yang telah diberikan MPR kepada Soeharto. Jadi, dengan kata lain, lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaan bukan sepenuhnya karena gelombang aksi mahasiswa. Aksi demo mahasiswa hanya sekedar faktor yang ikut memanaskan situasi politik waktu itu.

*Pergantian Panglima TNI*

Pertanyaannya, apakah pergantian presiden sekarang bisa dilakukan melalui proses politik seperti yang terjadi tàhun 1998 ? Secara de facto, saat ini sulit mengharapkan pergantian presiden melalui gerakan atau proses politik. Sebab saat ini hampir semua kekuatan parpol sudah dapat dikendalikan rezim oligarki. Memang peran Presiden Jokowi tidak seperti Soeharto yang waktu itu mampu mengontrol semua kekuatan politik yang paling penting yakni ABRI, Birokrasi, dan Golkar (ABG). Namun, kini Presiden Jokowi dikendalikan oleh kekuatan pemilik modal (konglomerat) dan oligarki Parpol. PDIP sebagai partai penguasa, selain mampu mengatur Presiden Jokowi juga bisa “mengatur” suara parpol lain di parlemen kecuali PKS.

Dalam contoh sederhana, betapapun besarnya keinginan Presiden Jokowi untuk mengganti Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan berbarengan dengan reshuffle menteri beberapa waktu lalu, namun kalau Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tidak setuju, maka keinginan Jokowi pun kandas. Menurut sejumlah sumber di bidang Polkam, Jokowi telah mengajukan beberapa kali usulan untuk mengganti Kepala BIN sebab Budi Gunawan dianggap sudah cukup lama menjabat sebagai Kepala BIN yakni sejak tàhun 2016.

“Namun usulan Jokowi tersebut ditolak Megawati. Padahal Jokowi akan memberi tempat jabatan menteri di kabinet kepada Budi Gunawan. Akhirnya, dalam reshuffle kabinet beberapa waktu lalu, Kepala BIN tidak jadi diganti,” kata sebuah sumber.