Secara tegas beliau berani memberantas praktek-praktek akumulasi kekayaan yang diperoleh secara ilegal (baca: KKN) oleh konglomerat Arab saat itu. Dan gerakan reformasi nabi itulah yang kemudian membuat kadir quraisy berang dan merasa terancam kepentingannya.
Sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot dari hubungan kerja dan pergaulan.
Rasulullah SAW menyatakan bahwa kepemimpinan bisa jadi penyesalan di hari kiamat. Beliau berkata kepada Abu Dzar terkait kepemimpinan, “Sesungguhnya (kepemimpinan)itu adalah amanah. Pada hari kiamat ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi mereka yang menunaikan amanah tersebut sesuai haknya dan menjalankan kewajibannya.” (HR Muslim)
Secara umum, kisah kaum mustadhafin dalam Alquran menghadirkan tiga kutub: pertama, kekuatan penindas (mustadh’ifin), kedua, kelompok yang tertindas dan lemah (mustadh’afin), dan ketiga, kekuatan pembebas dan pembela kaum penindas dalam membela kaum penindas. Yang terakhir adalah kekuatan yang dipimpin dan dipelopori oleh para nabi dan utusan Tuhan. Ini menunjukkan, sejak semula kehadirannya agama-agama besar dunia memang berwatakk subversif terhadap kekuasan yang ada disekitarnya. Karena memang demikianlah cita agama dirumuskan, mengubah tata nilai lama yang bobrok dan menindas dengan tata nilai baru yang humanis dan memihak kaum lemah. Dalam Alquran, istilah mustadh’afin sendiri tidak hanya terbatas pada golongan orang yang tertindas dan lemah secara ekonomi saja, tetapi juga sosial maupun politik
Meskipun kaya-raya adalah sunnatullah, Islam mengecam mereka yang selalu menumpuk harta kekayaan, sedangkan disekelilingnya terhampar pemandangan orang miskin, fakir dan anak yatim yang bergelimpangan. Surat al-Ma’un merupakan contoh konkrit bahwa orang yang menolak ajaran keharusan menegakkan keadilan sosial sebagai pendusta agama. Taruhan yang sangat berani, karena Islam langsung menjustifikasi mereka sebagai seorang pendusta agama.
Islam mendorong pemeluknya untuk membela kelompok-kelompok marginal, kelompok-kelompok yang disingkirkan sejarah, mereka yang tertindas dan dilemahkan oleh struktur yang tidak adil.
Allah sendiri bersama orang-orang yang tertindas dan berjanji akan mengangkat mereka menjadi para pewaris bumi jika sabar dan terus berjuang. QS al-Qasas (28: 5) menyatakan: “Dan kami akan memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi itu dan akan menjadikan mereka pemimpin dan orang-orang yang mewarisi bumi.”
Karena itu, jika kita ingin didampingi Allah dalam hidup kita, marilah kita berjuang membela yang lemah, yakni mereka yang ditindas dan diperlakukan tidak adil.
Penindasan memiliki beberapa aspek.
Pertama, aspek kebijakan pengambil keputusan yang memperlemah posisi umat adalah wujud dari pemimpin yang tidak adil.
Kedua, aspek struktur sosial yang melahirkan disparitas dalam pengusaan asset dan akses ekonomi. Sistem politik yang oligarkis dan sistem ekonomi yang monopolis ini harus diubah menjadi lebih merata dan adil. Ini sebenarnya tugas para pemimpin, yang dalam konteks saat ini adalah para pembuat kebijakan negara.
Penyelenggara negara mestinya paham, bahwa apabila kebijakan mereka, baik dalam bentuk legialasi maupun regulasi, adalah sudah seharusnya untuk menata aspek struktural ekonomi dan politik secara berkeadilan. Dan berpihak kepada kaum mustad’afin. Bukan justru menjadi alat para pemodal yang tidak pernah puas mengeruk kekayaan bumi Indonesi dan memeras darah dan air mata rakyat Indonesia.
RUU Cilaka dan beberapa RUU lainnya yang dibuat dengan methode omnibus law seharusnya lebih berpihak kepada kaum pekerja, rakyat jelata serta menata kembali asset asset ekonomi agar tidak berpusar ditangan sekelompok orang saja.
Pemerataan asset asset ekonomi otomatis akan mensejahterakan rakyat mayoritas karena ekonomi digerakkan oleh unit unit ekonomi yang tersebar diseluruh rumah tangga. Bukan bertumpu pada sekelompok orang seperti saat ini yang mengatur negara melalui kekuatan ekonominya.
Sudah saatnya negara ini kembali ke Islamic Law System (Sistem hukum Islam)?
Jakarta, Februari 2020(*)