Saya jadi bertanya-tanya; jangan-jangan masalahnya bukan keteguhan memegang prinsip. Tapi memang sejak awal prinsip yang dipegang sudah rapuh? Di mana prinsip tersebut mengizinkan penganutnya untuk saling memangsa atas nama profit? Tiba-tiba saya teringat dengan ajaran Islam. Bukankah Islam mengajarkan teguh memegang prinsip halal dan haram, perintah dan larangan? Dan bukankah prinsip tersebut tak tergoyahkan karena dilandasi penghambaan kepada Allah SWT, bukan kepada materi?
Tiba-tiba saya teringat sirah Rasulullah SAW ketika berdakwah di Makkah, kemudian beliau ditawari kekuasaan, lalu beliau dengan tegas menolaknya. Bukankah penolakan beliau ini karena prinsip Islam belum diterima dan mengakar kuat di Makkah? Lain halnya ketika prinsip Islam sudah diterima dan mengakar kuat di Madinah, akhirnya beliau jadi kepala negara Islam di sana.
Akhirnya saya jadi bertanya-tanya; jika seruan dakwah penegakkan Islam kaffah dalam bingkai khilafah saat ini terus mendapat dukungan umat; mungkinkah hal ini menjadi jalan keluar atas ancaman demokrasi yang destruktif tadi? Dan mungkinkah dalam waktu yang tidak terlalu lama, narasi-narasi “How Democracies Die” akan segera digantikan dengan narasi-narasi “How Khilafah Rise”?
(Penulis: Yudha Pedyanto, Penulis buka “Buanglah Demokrasi Pada Tempatnya”.)