Mereka menyebutnya: Four Key Indicators of Authoritarian Behavior. Pertama: Penolakan (atau lemah komitmen) terhadap sendi-sendi demokrasi. Parameternya diantaranya: Apakah mereka suka mengubah-ubah UU? Apakah mereka melarang organisasi tertentu? Apakah mereka membatasi hak-hak politik warga negara? Do they banning certain organizations, or restricting basic civil or political rights? Tiba-tiba saya teringat HTI dan para aktivisnya yang dipersekusi.
Kedua: Penolakan terhadap legitimasi oposisi. Parameternya diantaranya: Apakah mereka menyematkan lawan politik mereka dengan sebutan-sebutan subversif? Mengancam asas dan ideologi negara? Apakah mereka mengkriminalisasi lawan-lawan politik mereka dengan berbagai tuduhan yang mengada-ada? Tiba-tiba saya teringat mereka yang teriak-teriak makar, anti Pancasila dan anti NKRI, serta para ustadz dan ulama yang dikriminalisasi.
Ketiga: Toleransi atau mendorong aksi kekerasan. Parameternya diantaranya: Apakah mereka memiliki hubungan dengan semacam organisasi paramiliter yang cenderung menggunakan kekerasan dan main hakim sendiri? Tiba-tiba saya teringat dengan Banser yang suka mempersekusi, membubarkan pengajian, serta bertindak sebagai polisi, jaksa dan hakim sekaligus. Dan penguasa hanya diam seribu bahasa seolah mengamini semuanya tadi.
Keempat: Kesiagaan untuk membungkam kebebasan sipil. Parameternya diantaranya: Apakah mereka mendukung (atau membuat) UU yang membatasi kebebasan sipil, terutama hak-hak politik dan menyampaikan pendapat? Apakah mereka melarang tema-tema tertentu? Tiba-tiba saya teringat UU Ormas, RUU HIP, serta berbagai kebijakan penguasa yang melarang pembahasan dan penyebaran khilafah.
Ajaran Islam
Jika jawaban dari semua test litmus di atas adalah ya, maka fixed rezim saat ini termasuk otoriter dan represif. Lalu apa dampaknya? Menurut Steven dan Daniel, tindakan represif mereka tidak hanya membunuh demokrasi, tapi juga mengakibatkan polarisasi sedemikian parah di tengah masyarakat, dan kemungkinan terburuknya bisa terjadi perang sipil.
Steven dan Daniel lalu mengungkapkan kegelisahannya. Sekalipun dulu negara-negara demokrasi khususnya AS terbukti bisa bertahan menghadapi Perang Sipil, The Great Depression, Perang Dingin, dan Watergate, mereka sangsi kali ini AS masih bisa bertahan menghadapi ancaman polarisasi yang sedemikian ekstrim di tengah masyarakat.
Tiba-tiba saya teringat ucapan Tim Kendall (mantan direktur monetisasi Facebook) dalam film dokumenter The Social Dilemma; bahwa polarisasi akibat provokasi konten-konten hoax dan hate yang di-generate aI social media, bisa mengakibatkan perang sipil. Subhanallah, sudah sedemikian parahnya kah peradaban kapitalis hari ini? Sampai semua sisi saling bahu-membahu menghantarkan umat manusia ke dalam jurang kehancuran?
Akar masalah dari semua ini menurut Steven dan Daniel adalah; masyarakat khususnya politisi tidak lagi memegang norma dan prinsip dengan kuat. Mereka menjelaskan, demokrasi hanyalah seperangkat aturan, tapi jika riil di lapangan aturan tadi dilanggar, maka sama saja aturan tadi tidak ada. Akhirnya para politisi dan konstituennya saling serang, saling menjatuhkan, dan nyaris menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.
Nah yang paling menarik dari statement Steven dan Daniel adalah; pada akhirnya sistem demokrasi meniscayakan para pemimpinnya teguh memegang prinsip, seperti halnya sistem monarki dahulu meniscayakan para rajanya teguh memegang prinsip. Tanpanya, sistem demokrasi ataupun monarki sama-sama gagal menciptakan kedamaian, keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.