Muhammadiyah Teroris?

Oleh : Ahmad Khozinudin

Sastrawan Politik

3 (tiga) orang kader Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Bengkulu ditangkap Densus 88 atas tuduhan terlibat jaringan terorisme.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas meminta jika memang terlibat,  supaya yang bersangkutan jangan ditahan berlama-lama tanpa diproses. Dirinya mengharapkan supaya kasusnya sesegera mungkin dilimpahkan ke pihak kejaksaan untuk kemudian oleh kejaksaan masalahnya bisa dibawa ke pengadilan untuk supaya kasusnya bisa diadili supaya jelas duduk perkaranya oleh masyarakat. (20/2).

Selama ini, isu perang melawan terorisme tidak jelas. Isu ini seolah melegitimasi bolehnya bertindak zalim berdalih memerangi terorisme. Sementara hingga saat ini, tidak jelas apa dan bagaimana yang dimaksud terorisme.

Atas dalih ‘terpapar, atau ‘terlibat’ bahkan hanya dengan nomenklatur ‘terindikasi’, setiap orang dengan mudahnya ditangkap dan ditahan. Padahal, tidak ada satupun bukti tindakan teror yang dilakukan.

Sebut saja Ustadz Farid Okbah atau Munarman. Sampai saat ini, tak ada bukti keduanya melakukan tindakan teror. Tapi keduanya, ditangkap dan dituduh melakukan tindakan terorisme.

Dalam sidang Munarman, terbukti terorisme hanya disematkan berdasarkan testimoni de auditu. hanya berdasarkan keterangan saksi yang ‘katanya dan katanya’. Tak ada satupun bukti atau saksi yang mengetahui, melihat atau mengalami tindakan teror dari Munarman.

Celakanya, UU terorisme telah memberikan legitimasi kepada densus 88 untuk berbuat zalim. Jika dalam perkara biasa tersangka berdasarkan KUHAP hanya bisa ditahan maksimal 60 hari, namun dengan dalih melakukan terorisme densus dapat menahan hingga total 201 hari (nyaris 7 bulan).

Ditingkat status terduga, bisa diamankan 14 tambah 7 hari atau totalnya 21 hari. Dalam status Tersangka, ditahan 120 ditambah 60 hari, totalnya 180 hari.