MUHAMMAD IQBAL, SEBAIKNYA PERIKSA KONDISI PSIKOLOGI POLITISI PKS PASCA GABUNG KIM PLUS, SEHATKAH MENTALNYA?

Oleh : Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik

“Karena kesehatan mental politisi kita itu aneh loh. Pernah sudah menuduh orang curang, sekarang bergabung dengan pelaku kecurangan. Kan nuduh curang? Logikanya ga masuk. Dulu nuduh sinting, sekarang bergabung membela mati-matian. Dulu bilang pelanggar HAM, sekarang? Itu kan ga logis. Kalau saya, suatu hari nanti ada goncangan dan tiba-tiba mendukung, ya minta maaf dulu lah. Sorry ya, yang dulu itu ga bener…”

*[Muhammad Iqbal, Juru Bicara PKS, dalam Dialog Podcast Akbar Faisal Uncencored]*

Juru Bicara PKS yang pernah menjabat sebagai Juru Bicara pasangan AMIN pada Pilpres 2024, Muhammad Iqbal, Ph.D yang juga seorang Psikolog pernah menyampaikan kritik kepada sejumlah politisi yang menuding lawan politiknya curang, pelanggar HAM, sinting, dll, tiba-tiba bergabung. Menurutnya, ada masalah mental para politisi seperti ini. Bahkan, semestinya para politisi meminta maaf dulu kepada publik, jika akhirnya harus bergabung dengan koalisi yang sebelumnya berseberangan.

Hal itu disampaikannya, pada acara podcast di Akbar Faisal Uncencored. Belakangan, video potongannya beredar viral di berbagai platform sosial media dengan latar deklarasi PKS bergabung ke KIM plus, yang sebelumnya berseberangan.

Jika Iqbal konsisten, semestinya dirinya sebagai psikolog memeriksa politisi PKS khususnya yang punya kewenangan di DPP PKS, untuk diketahui adakah mental yang sakit dibalik keputusan PKS mengusung Bobby Nasution, Ridwan Kamil dan bergabung di KIM Plus bersama Prabowo Gibran. Mengingat, PKS sebelumnya adalah partai yang vocal menyuarakan narasi anti kecurangan dan anti politik dinasti.

Kemenangan Prabowo Gibran sarat akan kecurangan, dan tuduhan curang itu diantaranya berasal dari Partai pengusung Anies Baswedan Cak Imin, termasuk didalamnya PKS. Tuduhan curang itu, dibuktikan dengan adanya gugatan Paslon yang diusung PKS ke Makamah Konstitusi.

Bobby Nasution di Pilkada Sumut adalah representasi politik dinasti. Namun, PKS malah mendukungnya.

Publik tentu tak akan berharap PKS meminta maaf, karena bukan kewenangan publik. Lagipula, PKS tak punya kepentingan untuk meminta maaf.

Namun, secara personal Iqbal harus meminta maaf. Karena dalam statemen sebelumnya, dirinya mengatakan akan meminta maaf terlebih dahulu jika akhirnya mengambil sikap pragmatis. Saat ini, PKS pindah haluan bergabung ke Koalisi yang sebelumya dituduh curang dan pro politik dinasti.

Namun, secara objektif dan sesuai dengan kompetensi Muhammad Iqbal sebagai seorang psikolog, ada baiknya Iqbal memeriksa kejiwaan sejumlah politisi PKS. Sekedar untuk memastikan, apakah ada yang sakit mentalnya, ketika berubah haluan, seperti tuduhan Iqbal pada politisi lainnya ketika berubah haluan.

Walaupun umat sudah sadar, apa yang dilakukan PKS, juga PKB dan NasDem yang menyeberang dan berhimpun di KIM Plus, biasa saja. Dalam demokrasi, semua parpol memang pragmatis. Orientasinya bukan value, melainkan materi dan kekuasaan.

Tidak ada satupun argumen yang dapat memuaskan akal, tentang berpindahnya haluan PKS, PKB dan NasDem, selain karena faktor materi dan kekuasaan. Alasan demi kemaslahatan, demi persatuan, membangun bersama, untuk kepentingan bangsa, rasanya terasa klise dan hambar. Karena saat kampanye, baik PKS, PKB dan NasDem menyerang keras Paslon Prabowo Gibran.

Seandainya benar, alasan bergabung adalah demi kemaslahatan, demi persatuan, membangun bersama, untuk kepentingan bangsa, maka saat kampanye semestinya PKS, PKB dan NasDem menyampaikan narasi :

_”Demi kemaslahatan, demi persatuan, membangun bersama, untuk kepentingan bangsa, pilihlah Anies Cak Amin atau Prabowo Gibran, siapapun yang terpilih insyaAllah amanah”_

Nyatanya tidak demikian. Anies menilai Prabowo dengan nilai 11 dari 100. Partai pengusung juga kembali mempersoalkan isu HAM, kecurangan Pemilu 2019 termasuk saat Pilpres 2024.

Lalu, akankah Muhammad Iqbal memeriksa kondisi kejiwaan politisi PKS, khususnya elitnya yang ada di DPP? [].

Beri Komentar