Misteri 2.0

Berita buruk lainnya: pemerintahan Republik Emirat Islam Afghanistan belum juga terbentuk. Padahal pelayanan untuk umum tidak boleh berhenti: terutama listrik, air, transportasi, dan kesehatan.

Awalnya diberitakan, pembentukan itu menunggu tentara Amerika benar-benar sudah meninggalkan Afghanistan. Tanggal 31 Agustus tengah malam. Done. Seorang jenderal Amerika berjalan di apron bandara Kabul. Ia menuju pintu pesawat militer C-17 yang sudah penuh dengan anak buahnya. Itulah tentara terakhir Amerika di Afghanistan: Major General Chris Donahue, komandan Airborne Divisi 82.

Keesokan harinya, 1 September, terjadi semacam perayaan kemenangan Taliban. Di Kandahar – “ibu kota” Taliban. Kendaraan tempur canggih peninggalan Amerika berparade. Satu helikopter Black Hawk terbang muter-muter di atasnya.

Tidak ada pengumuman apa-apa soal pemerintahan.

Di Amerika, media mengungkap adanya rekaman pembicaraan telepon antara Presiden Joe Biden dengan Presiden Ashraf Ghani. Itu terjadi lebih sebulan sebelum Ghani memutuskan meninggalkan Afghanistan, begitu saja, tanggal 16 Agustus lalu.

Di pembicaraan telepon itu kelihatan kedua presiden sama-sama tidak puas. Biden terus mendesak Ghani untuk memperbaiki kinerja. Ghani mendesak Biden segera mengucurkan bantuan.

Waktu saling desak itu terjadi separo provinsi di Afghanistan sudah jatuh ke tangan Taliban. Pasukan Ghani melemah di semua sektor. Mereka belum juga gajian. Demikian juga para penyelenggara negara lainnya.

Biden menyebut Ghani punya tentara jauh lebih banyak dari pejuang Taliban (300.000: 160.000). Biden memuji tentara Ghani itu sebenarnya hebat-hebat.

Mestinya tentara pemerintah menang jumlah, menang fasilitas, menang mutu latihan, dan menang persenjataan. Tapi Afghanistan jatuh ke tangan Taliban begitu mudahnya. Hampir tanpa perlawanan.

Amerika dan sekutu memang tidak mudah mengeluarkan bantuan. Harus mendapatkan persetujuan Kongres. Syarat pengajuannya pun tidak mudah. Harus ada pertanggungjawaban untuk dana bantuan sebelumnya. Termasuk apakah bantuan itu sudah menghasilkan target yang direncanakan.

Biden tentu sulit memperjuangkan tambahan bantuan kalau hasilnya tidak terlihat jelas di lapangan. Biden terus mendesak Ghani untuk merangkul para pemimpin Afghanistan lainnya. Setidaknya agar kelihatan kompak dalam melawan Taliban.

Biden sampai bicara ke soal teknis komunikasi. “Adakanlah temu pers bersama. Seluruh pemimpin dari berbagai kelompok hadir di forum itu,” ujar Biden. Maksudnya agar, setidaknya di depan pers, mereka terlihat kompak.

“Saya sudah bertemu Hamid Karzai sampai 90 menit,” jawab Ghani. “Ia tidak mau. Ia justru terus mencela saya sebagai kacungnya Amerika,” tambahnya.

Rupanya sang presiden memang lagi frustrasi. Taliban terus merangsek. Pemerintah tidak punya anggaran –pun untuk pasang baliho. Apalagi untuk gaji tentara dan pegawai negeri. Bagaimana pun merangkul begitu banyak pihak perlu anggaran.

Maka lari ke luar negeri adalah pilihan terakhir Presiden Ghani. Ia pilih bersembunyi. Tiarap. Tidak ada kabar sama sekali. Ia hidup di Uni Emirat Arab. Untuk sementara. Kalimat terakhirnya Anda masih hafal: saya pilih meninggalkan istana demi menghindari pertumpahan darah.

APBN Afghanistan memang sangat tergantung pada bantuan asing. Sampai 75 persen dari anggaran yang diperlukan. Maka kebangkrutan sebenarnya memang tinggal tunggu waktu. Dan itu terbaca oleh siapa saja –termasuk oleh Taliban.

Coba saja. Negara mana yang mau menyusui terus-menerus tanpa tahu kapan akan berakhir.