Dalam situasi dan kondisi segenting ini, dipandang perlu kehadiran sosok tokoh alternatif penengah yang diterima semua pihak. Solusi seperti itu diperlukan untuk menekan temperatur konflik terselubung yang meninggi. Rakyat memerlukan tokoh penyejuk. Menjadi pertanyaan ke mana Wakil Presiden Maruf Amin? Suaranya kurang terdengar.
Maruf Amin sebagai Wapres memiliki modal sosial yang sangat kuat. Ulama besar nasional yang disegani. Mengendalikan MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menjadi representasi semua ormas Islam di Indonesia. Tidak punya gurita bisnis pemicu konflik kepentingan (conflict of interest). Apakah Maruf Amin menahan diri karena orang usia 60an ke atas rentan terpapar virus korona?. Ataukah menjadi fakta dari kecurigaan publik yang menganggap pilihan Wapres kepada Maruf Amin hanya untuk dekorasi demokrasi saja?
Justru belakangan ini yang pro aktif sehari–hari di lapangan adalah mantan Wakil Presiden JK (Jusuf Kalla). Melalui dua organisasi kemasyarakatan yang besar dan kuat, JK bergerak bagaikan “penembak ulung” yang menggunakan senapan double lop: DMI (Dewan Mesjid Indonesia) dan PMI (Palang Merah Indonesia) turun ke lapangan berbuat langsung. Kebetulan kedua ormas itu sangat relevan dengan kondisi kesulitan bangsa hari ini. Simbol mesjid dan simbol kesehatan. Keduanya terkait langsung masalah kemanusiaan. Kemanusiaan yang adil dan beradab.(end)
(Penulis: Zainal Bintang, wartawan senior dan pemerhati masalah sosial budaya)