Menyoal Jalan Ataturk

Dengan menyematkan nama Kemal Attaturk yang jelas sebagai tokoh berpaham sekulerisme, maka selain menyelisihi fatwa MUI, rencana ini akan menimbulkan berbagai kegaduhan di kalangan umat Islam dan rakyat pada umumnya, padahal masih sangat banyak tokoh-tokoh yang lebih layak dipilih dan tidak menimbulkan kegaduhan.

Secara aqidah, penyematan nama tokoh sekuler ini akan memicu paham sekulerisme di kalangan generasi muda muslim di Indonesia, padahal paham ini selain akan merusak aqidah juga akan melahirkan berbagai kerusakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Paham sekulerisme adalah salah satu paham yang telah difatwakan haram dalam  Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme Dan Sekularisme Agama dalam Musyawarah Nasional  MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M.

Paham sekulerisme menurut fatwa MUI didefinisikan sebagai paham yang memisahkan urusan dunia dari agama dimana agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan antara individu dengan tuhan, sedangkan hubungan dengan sesama manusia diatur hanya dengan kesepakatan sosial.

Di Turki, negeri asalnya saja, semangat perubahan di dalam negerinya sudah beralih kepada tokoh-tokoh Islam, termasuk upaya Erdogan untuk mengembalikan Haghia Sophia menjadi masjid setelah 85 tahun menjadi museum. Sementara di negeri mayoritas muslim ini justru sebaliknya, malah ingin menggunakan nama tokoh sekuler untuk menjadi jalan di Jakarta.

Jika Anda pergi ke museum Etnagrafi di Turki untuk melihat makamnya, para pemandu museum akan menyemprotkan parfum ke pakaian Anda. Sebab jika sudah mendekati makamnya  pasti akan tercium bau yang lebih busuk dari bangkai. Pihak museum pun mengakui, jika sumber bau busuk itu bukan dari WC atau septictank yang bocor, melainkan dari makam Mustafa Kemal Attaturk.