Kalau Erick Thohir dan orang di sekelilingnya berpendidikan, tentu tahu bahwa buku dibalas buku, data dibalas data dan argumentasi dibalas argumentasi. Pertarungan para intelektual tidak menakutkan tapi indah karena menstimulan masing masing pihak untuk mengkoreksi gagasan dan ide-idenya sehingga ditemukan kebenaran yang lebih maju selangkah demi selangkah.
Pertarungan intelektual yang sehat itu bisa terjadi jika masing masing pihak adalah orang berpendidikan sehingga berani beradu data bukan mengadu domba.
Hanya dua jenis pejabat yang menjawab data dengan jeruji besi, kekerasan dan adu domba. Pertama mereka yang tamak dan berwatak Orbais yang mengadopsi cara berkuasa gaya kolonial kumpeni dan jenis kedua adalah mereka yang memang lemah data, lemah logika, lemah argumentasi.
Di Istana sana, bisa jadi para menteri dan orang orang Istana bahkan Jokowi sendiri mungkin garuk-garuk kepala melihat gaya kompeni menterinya.
Ketika para akademisi dan mahasiswa tahu cara-cara Erick Thohir menjawab kritik. Maka boleh jadi para mahasiswa muda itu akan tertawa tawa dan berucap dalam hati, “ini menteri atau kompeni?”
Karena sekarang zaman teknologi informasi maka mungkin warga negara Indonesia di luar negeri juga pusing melihat cara sang menteri menjawab kritik dan entah apa yang ada dalam kepala mereka, yang pasti bukan puja puji.(gelora)
(Penulis: Nicodemus Sitanggang, Koordinator Aliansi Pemuda Sumatera Utara)