Dalam dunia pewayangan demagog adalah profil Togog (Bahatara Antogo) anak dewa yang gagal mengayomi bumi. Ditakdirkan menjadi pengayom penguasa politik yang buruk. Berbeda dengan Semar (Bhatara Ismoyo) pengayom ksatria yang baik. Togog bermata juling, berhidung pesek, mulut lebar, tak bergigi. Tugasnya mendampingi dan bersama sama dengan “majikan” yang congkak, mau menang sendiri, licik, dan hipokrit. Tak ada kebijaksanaan dalam komunnitas bersamanya.
Dalam agama profil demagog bisa dikaitkan dengan Fir’aun dan rezimnya. Ada Haman menteri segala urusan dan ada juga Qorun pengusaha rakus. Kekuasaanya sewenang wenang dan menindas rakyat. Sama sekali tidak ada orientasi kesejahteraan apalagi kebahagiaan bagi rakyat. Fir’aun “thoghou” di negerinya (Al fajr 11). Obsesinya hanya pada pembangunan infrastruktur “dzil autad” (Al Fajr 10).
Pemerintah di manapun semestinya adalah pengendali negara untuk kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat. Memerintah dengan adil dan rela mengorbankan kepentingan diri atau kelompok. Jika hanya berputar putar pada obsesi, orientasi, atau mengemban misi sendiri, maka mereka tak ubahnya bagai monyet monyet yang hanya bisa mengusai akan tetapi tak mampu menjalankannya.
Monyet-monyet yang percuma saja untuk terus dipelihara. Membuang pikiran, tenaga dan dana. (*end)
Penulis: M. Rizal Fadillah, Pemerhati Bangsa