Eramuslim.com – SIDANG Paripurna DPR 12 Mei 2020 telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menjadi undang-undang. Dalam sidang tersebut tercatat 8 fraksi setuju dan 1 fraksi menolak (Partai Demokrat).
Selanjutnya, pada 10 Juni 2020, Presiden Joko Widodo menandatangani UU Minerba baru berupa UU No. 3/2020 sebagai Perubahan atas UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Minerba.
Dengan pengesahan tersebut maka tercapailah upaya panjang, sekitar 5 tahun, para pengusaha tambang yang tergabung dalam oligarki penguasa-pengusaha untuk menguasai aset mineral dan batubara (minerba) milik rakyat. Kesepakatan oligarki konspiratif ini diambil saat rakyat hidup susah dan menderita akibat pandemik corona. Ini menjadi sejarah hitam kehidupan bernegara bagi kita di Indonesia.
Pembahasan RUU Minerba mulai sejak 2015, dan gagal disepakati karena demonstrasi besar 23-30 September 2019 di depan Gedung DPR. Pada Februari 2020 RUU Minerba kembali dibahas meskipun substansinya ditolak berbagai kalangan masyarakat. DPR dan pemerintah bergeming. Maka tersusunlah UU Minerba baru dalam waktu kilat, hanya 3 bulan!
Apakah Revisi UU Minerba Mendesak?
Revisi UU No. 4/2009 dapat relevan karena sejumlah ketentuan yang ada belum mampu menjawab perkembangan, permasalahan dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan industri minerba. Alasan lain, revisi diperlukan untuk sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait, misalnya UU-UU Pemda, Lingkungan Hidup, UU Keuangan dan Penerimaan Negara, UU Tata Ruang, Kelautan dan Sistem Zonasi dan putusan MK.