Mengendus Bau Amis Komunis

Sejarah Hitam Pengaruh dan Kekuatan Ideologi

Sebagai sebuah negara bangsa yang majemuk. Indonesia tentu saja tak luput dari pertarungan  ideologi dan aliran politik. Bukan saja telah mewarnai sejarah, faham-faham kebangsaan itu masih hadir dan menjadi realitas politik kekinian. Meskipun begitu, betapapun tingginya dinamika internal kebangsaan, Indonesia masih kental dalam pengaruh dan determinasi kekuatan global. Setidaknya terinternalisasi  ideologi kapitalisme yang liberalistik dan sosialisme Marxis.

Meskipun dunia telah melewati era perang dingin, banyak negara termasuk Indonesia belum mampu keluar dari jejak dan cengkeraman kedua kekuatan dunia tersebut. Runtuhnya Uni Soviet dan kebangkitan komunisme Tiongkok. Dalam wujud yang lebih modern dan  populis. Sejatinya kapitalisme dan komunisme masih menjadi pemain yang sama dalam dominasi dan hegemoni  tata pergaulan internasional.

Indonesia sendiri masih menjadi sub koordinat dari polarisasi kekuatan blok barat dan blok timur yang pernah mengelola pertarungan ideologi pada masa perang dingin. Keadaan dunia hingga saat ini belum mengalami perubahan secara substansi terkait kedua ideologi besar itu, yang berujung pada praktek-praktek     kolonialisme dan imperialisme modern.

Meski tampil lebih menyesuaikan jaman seiring perkembangan ilmu pengetahuan,  tekonologi dan populasi dunia.  Kedua kekuatan yang direpresentasikan oleh persaingan Amerika Serikat dan RRT beserta para sekutunya masing-masing. Kini bertransformasi dalam “proxy war” dan perang asimetris. Indonesia menjadi negara yang tidak luput dari konstelasi itu.

Pola pemerintahan yang berada dalam kekuasan oligarki dan borjuasi korporasi skala besar dan transnasional menjadi  indikator bahwa negara sudah dalam pengaruh perang penguasaan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Perang memperebutkan sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi lainnya. Menjadikan kekuatan baik oleh negara maupun “non state”. Membatasi ruang gerak rakyat dan menutup akses pada pengambilan  kebijakan publik. Rakyat hanya dioerientasikan sebagai pasar.

Kondisi demikian memaksa pemerintah atau otoritas negara melumpuhkan demokrasi, mengebiri HAM, dan mengusung hukum yang berlandaskan kekuasan  otoriterian dan kediktatoran.