Mengarah Pada Perang Puputan?

SBY dan Abu Rizal (foto: detik.com)

Suhu politik di Indonesia terus meningkat drastis, sejak Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, membuat pernyataan yang keras, “Dari dulu, saya tidak pernah mengancam. Tapi jangan sekali-kali mengancam saya. Maka saya menyatakan, jangankan masalah pajak, ancaman ditembak matipun, Golkar tidak gentar, kita siap. Golkar tidak akan berubah sikap, Golkar konsisten dengan sikap kritis yang membangun demi pemerintahan yang bersih”, tegasnya.

Kondisi politik yang terus meningkat ini, nampaknya sudah tak terkendali, masing-masing menuju kepada kondisi politik ‘zero sum game’, alias mengarah pada pertarungan habis-habisan. Sudah tak ada lagi pintu kompromi dan tawar menawar. Masing-masing kekuatan partai politik ingin menggunakan kasus Bank Century ini, sebagai pamungkas terhadap lawan-lawan politiknya. Namun, di pihak lain, khususnya pemerintah yang dalam posisi terpojok menggunakan senjata pamungkasnya, yang kemungkinan akan dapat mengakhiri eksistensi penentang kebijakan Bank Century.

Sekarang, faktanya, koalisi partai-partai politik yang mendukung Presiden SBY-Bodiono, yang selama ini memiliki komitmen kuat, ternyata ketika kasus Bank Century dibuka, dan  koalisi yang kuat itu, hanyalah seperti kotak ‘pandora’ alias isapan jempol belaka. Pasangan SBY-Boediono, yang ketika deklarasi pencalonannya mendapat dukungan 25 partai politik, dan memenangkan pilpres dengan dukungan 60,5 persen suara dari rakyat, dan 75 persen suara di parlemen, tetapi sekarang SBY-Boediono, terpojok, sampai terduduk, akibat kasus Bank Century, serta ditinggalkan partai-partai politik yang mendukungnya.

Tentu yang membuat SBY-Boediono, masygul, Partai Golkar, PKS, PAN, dan PPP, yang sudah mendapat jatah kursi di Kabinet Indonesia Bersatu II, sama-sama tak mau menjadi ‘mesin cuci’ pemerintah. Mereka memilih bersebarangan dan dengan suara ‘koor’ menolak bersama pemerintah. Termasuk PAN, yang ketua umumnya, Hatta Rajasa, yang menjadi Tim Sukses SBY-Boediono, dan yang menggalang partai-partai Islam, yang mendukung kedua pasangan dari Demokrat itu, tetap mengatakan kasus Bank Century, korupsi dan pidana.

Posisi SBY-Boediono gawat, karena dari 9 partai yang menjadi mitra koalisinya, hanya dua yang mendukung pemerintah, terkait dengan kasus Bank Century, yaitu Demokrat dan PKB. Sementara itu, Golkar, PKS, PAN, PPP, PDIP, Gerindra, dan Hanura, tak mau memberikan dukungan kepada pemerintah SBY dalam kaitannya dengan bail out, yang telah menghabiskan Rp 6,7 triliun, dan secara jelas-jelas, mereka menegaskan bahwa kasus Bank Century itu, perbuatan korupsi dan di duga merupakan tindak pidana.

Kondisi yang berlangsung saat ini, saling membalas, dan itu sudah mulai nampak, sangat jelas, di mana sejumlah tokoh partai politik, sudah menjadi tersangka, seperti mantan Mensos, Bachtiar Chamzah, yang menjadi Ketua Majelis Pertimbangan PPP, kabarnya ikut memutuskan kasus Bank Century itu sebagai tindakan korupsi dan pidana sudah menjadi tersangka. Anggota DPR PPP, Endin J.Soefihara, juga ditahan KPK, sebagai tersangka dalam dugaan menerima suap dalam pemilihan deputi Gubernur BI (Miranda Gultom). Politisi PDIP, Dhudie Makmud Murod, ikut meringkuk ditahanan, yang karena diduga menerima suap. Politisi PDIP yang sekarang sedang menghadapi ‘masalah’ adalah Emir Moeis, dan Panda Nababan, juga sudah diperiksa KPK.

Sementara itu, penegakan hukum terhadap elite partai politik terus berlanjut, selain politisi PPP dan PDIP, sekarang yang menjadi masalah besar lainnya, terkait dengan Aburizal Bakri, yaitu soal pajak. Dirjen Pajak menyidik dugaan tindak pidana pajak dua perusahaan tambang Gurp Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Bumi Resources Tbk. Penyidik juga memeriksa kasus pajak perusahaan Grup Bakri lainnya, seperti PT.Arutmin Indonesia. Total nilai kasus perpajakan ketiga perusahaan itu Rp 2,1 triliun.

Dibagian lainnya, Ketua Fraksi Golkar Setya Novanto, yang menjadi Komisaris Utama PT.Hexatama Finindo dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, karena diduga melakukan penggelapan pajak kepabeanan dan penipuan dalam kasus import beras. Dalam laporannya, Induk KUD (Inkud) menilai kasus ini merugikan negara, hingga Rp 122,5 milyar (Sindo, 16/2).

Kemungkinan partai-partai peserta koalisi yang tidak sejalan akan dijadikan ‘tersangka’ dengan kasus yang berbeda-beda. Seperti Andi Rahmat dari PKS, menurut informasi juga dikaitkan dengan kasus gratifikasi. Tapi, PKS yang diwakili oleh Presiden PKS, Lutfhi Hasan Ishak, menegaskan, bahwa koalisi itu tidak dengan cek kosong. Tapi, memiliki tujuan dalam rangka membangun pemerintah yang bersih, ucapnya. Bahkan, ketika mendapatkan tekanan politik,Wakil Sekjen PKS, Fahri Hamzah, tak kalah kerasnya, PKS sudah tidak memikirkan lagi kursi (di kabinet). Jadi tidak ada masalah dengan reshuflle (pergantian kabinet).

Saling serang antara kekuatan partai politik yang ada sekarang ini, bukan hanya akan menimbulkan dampak politik, tetapi akan menciptakan sistem ‘check and balance’. Membuka ‘borok’ masing-masing partai dan pejabat ini, akhirnya juga akan membuka topeng mereka yang selama ini tertutup rapat, dan tak ada yang tahu.

Tapi, kasus Bank Century ini, dampak dan efek dominonya, sangat serius. Apalagi, kalau Presiden SBY tak mau bersikap realistis dan ikut merasa terancam kedudukannya sebagai presiden. Pasti akan ada jurus-jurus menghadapi sikap partai-partai, yang sebelumnya menjadi mitra koalisi mereka.

Persoalannya, bagi masa depan Indonesia, apakah dengan kasus Bank Century ini, partai-partai politik yang ada, memiliki komitmen untuk membangun kehidupan politik di Indonesia yang benar-benar bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)? Atau ini hanyalah ‘klaim’ kosong, yang hanya menginginkan feedback (balasan) dari rakyat berupa dukungan politik di tahun 2014? Karena kasus Century ini mendapatkan liputan yang luas dari media massa, dan tak ada satupun partai politik yang dapat bersembunyi, dan bermain-main atau tawar menawar dengan kekuasaan.

Jika partai-partai politik tidak sungguh-sungguh, maka krisis akan semakin dalam menghunjam, dan nasib rakyat akan semakin tak tertolong, karena keributan politik ini akan terus berkembang, dan akan berujung pergantian kekuasaan dengan segala implikasinya. Wallahu ‘alam. (m)