Presiden wajib tahu kisi-kisi semua masalah dan peristiwa. Dia, misalnya, harus paham soal landas kontinen (continental basin). Ini istilah hukum laut internasional. Tidak harus tahu detail. Tapi, presiden bisa berbicara ketika ditanya tentang pertikaian perairan. Presiden juga harus mengerti serba sedikit tentang ekonomi makro, port-folio investment, capital flight, Das Capital, tax holiday, Kyoto Protocol, dlsb.
Presiden musti mengerti soal ‘debt to GDP ratio’ supaya dia tidak menjerumuskan negara ke lembah utang. Supaya tidak memaksakan diri berutang secara berlebihan. Ada pula istilah ‘debt trap’ (perangkap utang) yang harus dicermati. Sangat mungkin ‘debt trap’ itu menjadi bagian dari ‘geo-politcal strategy’ (strategi geo-politik) sebuah negara besar. Misalnya, banyak orang yang percaya bahwa China menerapkan ini lewat kebijakan OBOR (One Belt One Road) yang intinya adalah hegemoni dan kolonialisasi dengan ‘casing’ baru.
Presiden yang cendekia pasti bisa mengikuti diskusi tentang ‘bio-diversity’. Ini penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia memiliki keprihatinan terhadap kerusakan lingkungan. Saat ini, Indonesia kehilangan banyak spesies dalam keragaman hayati. Di pentas internasional, masalah ‘bio-diversity’ selalu menjadi topik hangat yang sangat politis sifatnya. Presiden perlu memahami isu ini.
Ada terminoligi perang asimeteris (asymmetric warfare). Yaitu, perang yang ditandai perbedaan mencolok dalam persenjataan dan strategi atau taktik. Sebagai negara besar yang berposisi strategis, presiden Indonesia harus mampu berdiskusi dengan para menteri bidang pertahanan tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkecil dampak negatif secara militer dan psikologis akibat disparitas perangkat perang. Presiden harus bisa memberikan pengarahan dan mengambil keputusan yang tepat dan cepat.
Itulah beberapa contoh tentang perlunya seorang presiden yang cendekia. Yang berpikiran tajam, cerdas dan cerdik. Smart thinking, smart actions.