Oleh: Asyari Usman
Perjuangan melawan mafia tanah tidaklah ringan. Karena mafia itu terlanjur kuat. Mereka bisa merampas tanah milik rakyat. Kapan saja mereka mau. Baik yang bersertifikat maupun yang belum.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menunjukkan kemarahan. Dia menggunakan kata “gebuk” ketika mengeluarkan perintah untuk membasmi mafia tanah. “Kalau masih ada mafia yang main-main, silakan detik itu juga gebuk,” kata Jokowi dalam acara penyerahan sertifikat hak milik (SHM) di Sidoarjo, Jawa Timur, 22 Agustus 2022.
Sejak perintah itu, mafia tanah terus saja beraksi. Mereka tidak takut. Perintah Presiden Jokowi diabaikan.
Warga yang tanahnya dirampas merespon berbeda-beda. Ada yang pasrah dan terusir. Ada yang bersedia berdamai dengan ganti rugi. Tapi banyak pula yang melawan mafia tanah.
Supardi Kendi Budiardjo (Budi) bertekad kuat melawan. Dia mengatakan tanah miliknya di Kelurahan Cengkareng Timur, Kecamatan Cengkareng, seluas 10,259 meter persegi (M2), diambil secara paksa oleh PT BMJ.
Tanah Budi ini masuk dalam tiga (3) dokumen kepemilikan. Yaitu, girik C-1906 (2,231 M2), girik No 5047 (548 M2), dan girik No 391 (1,480 M2 dan 6,000 M2).
Tapi, ketika Budi mau mengurus SHM untuk ketiga bidang tanah, BPN Jakarta Barat tiba-tiba mengatakan bahwa tanah itu sudah masuk dalam SHGB (sertifikat hak guna bangunan) No 1633 atas nama PT Bangun Marga Jaya (BMJ) yang luasnya 112,840 M2.
Pada 21 April 2010, tanah Budi seluas 10,259 M2 yang sudah dipagari itu dirampas. Budi melaporkan perampasan oleh gerombolan preman itu ke Polres Jakarta Barat. Tetapi tidak ada tindakan dari Kepolisian.
Ketidakadilan ini membuat Pak Budi terdorong untuk melawan. Pada awalnya dia melakukan perlawanan untuk mengembalikan tanahnya itu. Namun, dalam perjalanan waktu, Budi mengumpulkan satu per satu orang-orang yang menjadi korban mafia tanah. Mereka diajak melawan secara bersama-sama. Dan mereka pun bersemangat.
Dari semula puluhan orang dan kemudian menjadi ratusan, jumlah korban yang dihimpun oleh Budi mencapai 30,000 orang yang tersebar di 27 provinsi. Terbentuklah wadah yang mereka beri nama Forum Korban Mafia Tanah Indonesia atau FKMTI.
Perlawanan menjadi efektif setelah tertata rapi. Di bawah pimpinan Pak Budi. Organisasi ini melakukan pendekatan ke berbagai instansi lembaga negara. Mereka mendatangi DPR. Namun penyelesaian kasus perampasan tanah nyaris tidak ada. Kalau ada, itu hanya langkah perseorangan saja.
Aktivitas FKMTI semakin meluas dan mulai dirasakan dampaknya oleh para mafia tanah. Di lain pihak, beberapa konglomerat merasa bisa terus melakukan kesewenangan.
Budi dan para anggotanya menunjukkan kesolidan mereka. FKMTI mendesak pemerintah agar segera menindak mafia tanah. Organisasi ini kemudian melaksanakan berbagai diskusi untuk merumuskan cara-cara perlawanan lain yang mungkin lebih efektif.
Para mafia tanah mulai gelisah dengan gerakan FKMTI yang disusun rapi oleh Budi. Ada indikasi bahwa pihak yang merampas tanah Budi, ikut juga resah melihat gerakan ketua forum korban mafia ini.
Diduga kuat, manuver Budi yang semakin memperkuat eksistensi FKMTI memicu tindakan yang sekarang menyebabkan Budi mendekam di penjara. Pihak yang merampas tanah Budi barangkali saja merasakan gerakan Budi dan FKMTI semakin kuat dan bisa mengancam para mafia tanah.
Budi mengatakan, dia yakin para mafia tanah berkesimpulan bahwa dirinya dan FKMTI berbahaya bagi gerakan perampasan tanah yang mereka lakukan. Itulah sebabnya, kaay Budi, dia dijadikan sasaran kriminalisasi.
Menurut Budi, penangkapan dirinya oleh polisi sangat patut diduga dilakukan atas permintaan orang yang merampas tanah miliknya. Itulah skenario yang dilaksanakan oleh polisi ketika menjeput paksa ketua FKMTI itu pada 10 Januari 2023. Budi dikenai pasal 263 dan 266 KUHP tentang pemalsuan surat tanah.
Budi menyayangkan para penegak hukum di Indonesia berpihak kepada para mafia tanah. Padahal, kata Budi, Presiden Jokowi jelas-jelas memerintahkan agar mafia tanah digulung. Tetapi, kata Budi, dia tidak akan berhenti berjuang untuk membebaskan rakyat dari mafia tanah.
Mengapa Budi rela mengorbankan diri demi melawan mafia tanah? Tidak lain karena pemilikan tanah di negara ini sudah sangat tidak sehat dan tidak adil. Sebagian besar tanah tumpah darah negeri ini sekarang dikuasai oleh konglomerat.
Pada 23 Maret 2018, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Syafii Ma’arif mengatakan bahwa 93% tanah Indonesia dikuasai oleh orang-orang kaya. Menurut Prof Syafii, 80% dikuasai oleh konglomerat domestik sedangkan 13% lainnya dikuasai oleh konglomerat asing.
Dalam konteks inlah Budi mengatakan bahwa mafia tanah harus dihentikan. Dia bertekad bulat akan berjuang sekuat tenaga untuk membantu pemerintah melenyapkan mafia tanah yang telah menyusahkan rakyat itu.[]
23 Januari 2023
(Penulis Wartawan Senior)