Mengapa Indonesia Gagal?

Eramuslim.com

Mengapa Indonesia Gagal?

TUJUH belas bulan sejak Covid-19 pertama kali ditemukan di Depok, jumlah kasus corona di Indonesia belum menunjukkan penurunan. Puncaknya pada 23 Juli 2021, di mana angka kematian sejumlah 1.566 jiwa dalam satu hari.

Menjadi angka kematian tertinggi sepanjang sejarah penanganan pandemi Covid-19.

Dari grafik data yang ditampilkan oleh Kemenkes, kasus baru Covid-19 menunjukkan kenaikan eksponensial pada akhir Juni 2021. Menjelang PPKM berakhir, laju kasus baru Covid menunjukkan naik-turun di kisaran 50.000 kasus per hari.

Tren kasus baru dan angka kematian akibat Covid-19 yang cenderung terus bertambah di tengah-tengah testing dan tracing yang secara umum cenderung turun, membuat dunia International melalui berbagai media besar menilai Indonesia sebagai the New Epicenter of Covid-19.

Penilaian media Internasional tersebut berbasis data yang bisa dipantau secara realtime dari worldometer yang merupakan salah satu website penyedia Big Data Covid-19 di seluruh dunia.

Kathleen E. Allen, seorang Expertist Kepemimpinan asal California berpendapat, karakteristik kepemimpinan memiliki hubungan yang erat dengan penanganan krisis. Pendekatan kepemimpinan, pendekatan sains, dan kerjasama paripurna antarlembaga merupakan kunci sukses penanganan Pandemi.

Tesis Kathleen Allen jika dikaitkan ke dalam konteks penanganan pandemi di Indonesia akan membuat kita mengerti mengapa pandemi di Indonesia tak kunjung berakhir.

Bahkan saat ini infeksi Covid-19 lebih tinggi dibanding puncak pandemi tahun lalu yang kuat diduga akibat faktor kepemimpinan, pendekatan sains, dan sinergitas aparatus yang secara kumulatif kita temukan tidak terlihat di tengah-tengah pandemi Covid-19 ini