Eramuslim.com – Akhir-akhir ini muncul polemik di masyarakat berkaitan dengan wacana penghapusan Pendidikan Agama di sekolah yang dimunculkan oleh salah satu tokoh terkenal di negeri ini. Disebutkan bahwa agama sebaiknya diajarkan oleh orang tua masing-masing siswa atau oleh guru di luar sekolah karena dianggap bahwa pendidikan agama di sekolah dapat menyebabkan perpecahan setelah siswa mempelajari agama yang mereka anut sendiri-sendiri.
Tentu saja wacana ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Bagaimana bisa Pendidikan Agama ditiadakan di sekolah sedangkan dalam dasar negara sila pertama tertulis jelas bahwa Indonesia adalah negara yang mengakui prinsip ketuhanan. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga sangat jelas disebutkan adanya pengakuan prinsip ketuhanan. Setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah menurut agama masing-masing serta berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
Berkaitan dengan wacana tersebut, ada sebuah pertanyaan yang muncul. Akan mungkinkah para pelajar di seluruh penjuru negeri ini memiliki pemahaman agama yang baik bila para siswa dibiarkan mempelajari agama mereka sendiri di luar lingkungan sekolah. Dengan penerapan sekolah lima hari, para siswa menghabiskan sebagian besar waktu mereka di sekolah dan pulang pada sore hari dengan kondisi yang sudah cukup lelah. Sampai di rumah, orang tua mereka belum tentu bisa membimbing mereka tentang pemahaman agama. Hal ini bisa terjadi karena kesibukan orang tua baik dalam mencari nafkah ataupun menyelesaikan pekerjaan rumah tangga masing-masing.
Selain itu, tidak semua orang tua memiliki pemahaman yang memadai dalam bidang keagamaan. Orang tua seperti ini mungkin malah merasa tidak percaya diri untuk membimbing. Lebih parahnya lagi, kadang anak-anak mereka malah tidak mau belajar dengan orang tua mereka sendiri. Dengan kondisi seperti ini, apakah para pelajar akan dapat mempelajari agama dengan caranya sendiri?