Namun mesti disadari oleh koalis PKS-Gerindra-PAN, bahwa kondisi dan situasi pilgub DKI Jakarta tak bisa serta merta disamakan dengan dinamika politik yang akan terjadi di Jawa Barat. Di ibukota, PKS-Gerindra (plus PAN di putaran ke dua) dan didorong oleh komponen ummat Islam dalam gerakan moral 212 memang mampu menciptakan situasi dan semangat “pertempuran” head to head cagub muslim versus cagub non-muslim. Tapi isu agama tak akan efektif dan tak akan terjadi di Jawa Barat, begitu analisis politik Eep Saefullah Fattah.
Pun berbeda dinamika politik Jakarta dan Jabar, koalisi tiga partai ini masih bisa menduplikasi beberapa instrumen “perang” kemenangan Anies-Sandi untuk kemenangan Sudrajat Syaikhu di Jawa Barat.
Ibarat perang, Jawa Barat sebagai wilayah tetangga DKI Jakarta, maka bau mesiu sisa-sisa pertempuran di Jakarta masih terasa di Jawa Barat. Terlebih Jabar menjadi suplier terbesar rombongan gerakan 212 di Monas. Bahkan militansi para mujahid pejalan kaki puluhan dan ratusan kilometer yang meramaikan aksi 212 waktu itu mayoritas bersumber dari kantong-kantong Jawa Barat. Perpaduan yang efektif antara koalisi tiga partai dan komunitas 212 di Jawa Barat sangat memungkinkan untuk menjadikan jagoannya, Sudrajat-Syaikhu, melanjutkan kepemimpinan Gubernur Ahmad Heriawan. Sinyal ini terlihat dengan kehadiran Aa Gym sebagai pentolan 212 saat deklarasi pasangan yang diusung oleh PKS-Gerindra-PAN ini.
Strategi meng-AniesSandi-kan Sudrajat-Syaikhu sedang dirancang. Maka, memori publik patut disadarkan dan diingatkan kembali.
Pertama, bahwa sejarah kemenangan Anies-Sandi adalah sejarah keharmonisan dua sejoli PKS-Gerindra. Dua partai ini berjuang dan berkorban habis-habisan melawan petahana Ahok yang didukung partai-partai besar berkuasa, serta ditopang kekuatan Istana dan taipan 9 naga tersembunyi. Kini koalisi partai pengusung Anies-Sandi terduplikasi di pilgub Jabar dimana PKS-Gerindra plus PAN kembali berkoalisi untuk kali ini mengusung pasangan Sudrajat-Syaikhu.