Kesulitan Jokowi pertama adalah menentukan cawapresnya, kedua membagi porsi kekuasaan pada (partai) pendukung dan ketiga melihat sikap Megawati ke depan atas kekalahan cucu Soekarno di Jawa Timur, yang dianggap terkait dengan eksistensi Jokowi.
Dari sisi yang diuraikan di atas, konsolidasi koalisi Jokowi sama persoalananya dengan koalisi oposisi. Kembali kepada eksistensi rezim Jokowi dan Jokowi sendiri adalah sosok Jokowi tidak dapat lagi dikaitkan dengan politik pencitraan semata, melainkan keberhasilan kerja (kinerja).
Dari sisi kinerja, Jokowi mungkin akan melakukan klaim keberhasilan infrastructur. Namun, seiring krisis ekonomi, infrastruktur ini nantinya malah akan dijadikan “kambing hitam” membengkaknya hutang kita. Sehingga, Jokowi akan kesulitan menjual keberhasilan dia.
Dari sisi eksistensi Jokowi dan rezimnya ini, kelihatannya Prabowo tetap mempunyai peluang besar menawarkan sebuah rezim baru yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.
Penutup
Pembahasan di atas menunjukkan Prabowo semakin tangguh dalam menghadapi Jokowi ke depan. Leadership yang tangguh, “Intangible asset” yang semakin besar, kepercayaan Imam Besar Habib Rizieq Sihab, sinergitas dengan ekonom nasionalis patriotik Dr. Rizal Ramli dan eksistensi razim penguasa yang datar selama 4 tahun ini, merupakan ukuran yang rasional, yang melandasi kepercayaan terhadap Prabowo.
Hal ini sekaligus cara pandang alternatif dari model-model survei jejak pendapat dari lembaga lembaga survei yang akurasinya tidak menunjukkan kredibilitas methodologi kuantitatif.
Ketangguhan Prabowo yang sangat besar tentunya masih harus diuji oleh kepemimpinannya yang mampu menyatukan kaum oposisi secara adil atau bahkan merangkul sebagain kelompok pendukung rezim Jokowi, serta mampu menunjukkan rezim yang ditawarkan ke depan mengutamakan kesiapan tim ekonominya dalam menghadapi krisis.[rakyatmerdeka]
Penulis: Syahganda Nainggolan