Faktor global dan lokal antara lain sebagai berikut: 1) Faktor faktor global adalah seperti a) kebijakan the Fed yang terus menaikkan suku bunga, sehingga “memanggil pulang” uang mereka, yang mengakibatkan meroketnya dollar, b) harga minyak dunia yang terus naik akibat sikap politik Amerika terhadap Iran soal nuklir, c) keluarnya Amerika dari sistem perdagangan bebas (multilateral menjadi bilateral), khususnya perang dagang terhadap China. d) harga komoditas rendah.
Dan, 2) faktor lokal adalah a) semakin tergantungnya pembangunan kita pada hutang, khususnya dalam mata uang dollar. b) Semakin mahalnya biaya pertumbuhan yang dilihat dari sisi ICOR (Incremental Capital-Output Ratio). Menurut mantan wakil ketua KPK, Muhmad Jasin, saat ini tertinggi di Asean. Jasin mengaitkan hal ini dengan maraknya korupsi.
c) “Debt Servise Ratio” semakin besar dan “Trade and Current Account” semakin defisit. d) Daya beli masyarakat yang terus melemah, e) daya serap tenaga kerja kita yang terus melemah (menurut Apindo hanya mampu menampung 500 ribu naker dari jumlah 2,5 juta naker baru tiap tahunnya).
f). Ketimpangan dan kemiskinan yang semakin parah (oligarki yang semakin besar serta Gini yang tetap bengkak). g) Industrialisasi yang merosot. h). dan lain lain yang sifatnya rentan terhadap goncangan, seperti daya tahan perbankan, daya tahan orang miskin, daya tahan fiskal.
Dalam suasana menuju krisis ekonomi ini tentu kelompok idealis, yang sungguh2 memikirkan nasib bangsa, berbeda dengan kelompok yang cuma bermimpi untuk membangun dinasti kekuasaan. Kelompok idealis bergerak ke arah penyelamatan negara via pembentukan kekuatan baru yang lebih besar, yang mempunyai pandangan nasionalistik dibidang ekonomi.
Dalam hal ini, Rizal Ramli, misalnya, sebagai sebuah sosok utama patriotik di sisi perekonomian, bisa menjadi indikator. Kemana Rizal berpihak, atau Rizal dilibatkan, disitulah idealisme membangun negara terjadi. Ini memang bukan indikator segala galanya, tapi ini sangat penting.
Sekali lagi, ini adalah pembahasan kita yang dikaitkan dengan situasi ekonomi. Situasi yang krisis, di mana banyak elit kurang sensitif.
Kedekatan Rizal Ramli dengan Prabowo yang semakin sinergik dalam situasi krisis, menunjukkan tingkat kepemimpinan Prabowo yang tinggi, bahkan jika harus menghadapi krisis ekomomi.
Eksistensi Rezim Jokowi
Pandangan kita tentang nasib Prabowo terakhir, harus kita kaitkan dengan eksistensi musuhnya, Jokowi. Sejauh ini Jokowi sudah berhasil menunjukkan kekuatannya di pilkada Jabar dengan capaian Ridwan Kamil; berhasil meredakan ketegangan dengan kalangan Islam, bahkan mendapat dukungan dari K.H. Ma’ruf Amin, Ali Mocthar Ngabalin, Tuan Guru Bajang dlsb, mendapatkan dukungan dari TNI dan dukungan dari banyak parpol.
Bagi petahana, kemenangan politik periode ke dua biasanya sangat terkait dengan keberhasil pembangunan yang dia janjikan, keberhasilkan mengkonsolidasikan kekuatan pendukung serta merangkul musuh-musuh politik.
Jika melihat politik SBY dulu untuk periode kedua, harus juga ada “sogokan” politik kepada rakyat via berbagai jenis subsidi harus dilipatgandakan. Untuk Jokowi, hal yang sama, kelihatannya sedang dia lakukan, a.l, berusaha mensupply kembali BBM bersubsidi, premium, memperluas penerima subsidi sosial PKH, menggencarkan dana desa dlsb.
Ketegangan di kubu Jokowi dibandingkan dengan kubu Prabowo relatif sama. Di kubu Prabowo tadi kita melihat manuver2 partai oposisi yang kelihatannya mulai menegasikan hanya Prabowo sebagai Capres mereka, sedang di kubu Jokowi, mereka terjebak dengan koalisi yang terlalu gemuk